Selasa, 15 Januari 2013

phph hama



PENGENDALIAN HAYATI SERANGGA HAMA

Pendahuluan
• PH merupakan fenomena alam: terjadi
di alam secara alamiah
• PH sbg cabang ilmu: mempelajari
pengaturan populasi organisme di alam
oleh musuh alaminya
• PH sbg Teknik pengendalian

Definisi PH
– PH (alamiah) merupakan aktivitas musuh alami
hama yang menyebabkan populasi hama lebih
rendah dibandingkan bila tidak ada aktivitas
tersebut.
– PH (teknis) adalah pengendalian hama dengan
memanfaatkan musuh alami hama
– Secara alamiah, PH alamiah merupakan bagian
yang penting dari pengendalian alamiah yang
mengatur populasi organisme di alam

Ruang Lingkup PH
• Serangga Hama dan Hama lain
• Patogen Tanaman
• Gulma

PH Gulma berbeda dengan
PH Serangga Hama
• Kekhususan inang merupakan keharusan
– Uji kekhususan inang
– Kadang-kadang perlu melewati karantina antara
• PH pada gulma dapat bekerja dengan cara:
– Membunuh langsung gulma
– Menurunkan daya saing gulma
– Menurunkan kemampuan reproduksi
– Memberi jalan masuk patogen yang mematikan

Musuh alami hama
(Agens pengendalian hayati)
• Parasitoid: serangga menumpang dan
memanfaatkan serangga lain untuk kelangsungan
hidupnya
• Predator: memakan serangga lain untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi
• Patogen penyebab penyakit: Organisme
(mikroorganisme) yang hidup dalam tubuh serangga
hama dan menimbulkan sakit dan akhirnya kematian
pada serangga hama.

Sejarah PH (Umum)
– Penggunaan semut Oecophylla
smaragdina untuk hama jeruk di Cina
– Penggunaan semut predator untuk
mengendalikan hama perusak kurma di
daerah Arab
– Penggunaan parasitoid dan predator di
Eropa

Sejarah PH (Umum)
– Th 1888, pengendalian Biologi kutu putih
Icerya purchasi pada jeruk di California
dengan
Cryptochetum iceryae (lalat parasit)
Rodolia cardinalis (kumbang predator
– th 1989, introduksi kumbang predator
Cryptolaemus montrouzieri untuk
mengendalikan kutu putih yang lain
– Di awal abad 20, didirikan institusi-institusi
yang menangani PH
– Ditetapkannya peraturan-peraturan –
prosedur karantina
– Banyak program PH dilakukan di seluruh
dunia, termasuk di Indinesia.

Sejarah PH di Indonesia
• Penggunaan semut hitam, Dolichoderus
untuk mengendalikan Helopeltis spp. pada
cocoa.
• 1914, Introduksi kumbang predator Plaesius
javanus dari Jawa ke Fiji (dan diikuti dengan
ke negara-negara lain) untuk mengendalikan
hama Cosmopolites sordidus.
• Dekade 30-an, pengiriman parasitoid
(terutama Macrocentrus homonae) untuk
mengendalikan hama penggulung daun teh,
Homona coffearia di Srilangka.
• PH pada hama kelapa:
– Sebelum 20-an, Aspidiotus destructor dengan
predator, Chilocorus politus, dan parasitoid,
Aphytis chrysomphali dan Comperiella unifasciata.
Di Bali, kemudian Sulawesi
– 30-an,Aleurodicus destructor dengan parasitoid,
Encarsia sp. Dari Bogor ke Sulawesi Selatan.
– 1932, Brontispa longisima diSulawesi dengan
Tetrastichus brontispae dari Bogor.
– 60-70an, penggunaan Metarrhizium anisopliae dan
Bacolovirus oryctes untuk mengendalikan Oryctes
rhinoceros.
• 1950, pengendalian hama Plutella xylostella
dengan Diadegma semiclausum.
• Pengendalian hama penggerek batang tebu,
Chilo sacchariphagus, dengan membiakkan
dan melepaskan lalat parasitoid,
Diatraeophaga striatalis, dan parasitoid telur,
Trichogramma japonicum.
• Akhir dekade 80-an, pengendalian
Heteropsylla cubana dengan predator,
Curinus cureuleus dan parasitoid,
Psyllaephagus yaseeni.
• 90-an penggunaan NPV (SeMNPV) untuk
mengendalikan Spodoptera exigua




Kuliah PHPH
Minggu-2
DASAR EKOLOGIS UNTUK
PENGENDALIAN HAYATI

PH yang berhasil akan bersifat:
• Permanen
• Harmonis
• Ekonomis
Namun tidak mudah karena PH merupakan fenomena
yang dinamis, yang merupakan manifestasi hubungan
alamiah dari macam-macam organisme hidup yang
berbeda (predator dengan mangsa, dan parasitoid dan
patogen dengan inang).

Tiga konsep yang saling berkaitan
yang perlu dimengerti
• Populasi dan komunitas
• Keseimbangan alam
• Pengendalian alamiah populasi organisme

Populasi
• sekelompok individu dari satu spesies di suatu
tempat.
• Ukurannya berubah
– Natalitas
– Mortalitas
– Migrasi
• Struktur umur populasi tertentu – 2 ekstrim
– Umurnya seragam dalam satu waktu
– Komposisi umurnya merata dan tumpang tindih
• Penyebaran suatu populasi juga dinamis

Dengan mengetahui struktur umur
populasi, kita dapat mengetahui:
• Sinkronisasi antara hama dan musuh alaminya
• Fase pertumbuhan populasi

Komunitas
• Kita dapat mengenali komunitas tertentu
– Msl.: komunitas padi sawah, komunitas hutan
bakau dsb.
• Dalam komunitas ada hubungan nutrisi
(trofik) antar anggota komunitas
– Rantai makanan
– Jaring-jaring makanan
• Bersama dengan faktor fisik – ekosistem

Dalam rantai makanan
• Produsen
• Konsumen 1, 2, 3, dst.
– Fitofagus
– Karnivorus
Entomofagus - PH serangga hama
– Dsb.

Pengendalian alamiah
• Semua organisma jumlahnya bisa
meningkat oleh proses reproduksi
– Serangga populasinya bisa cepat meningkat
karena: siklus hidupnya singkat dan
keperidiannya tinggi
• Sebaliknya, ada faktor-faktor lingkungan
yang dapat membatasi peningkatan populasi
suatu organisme

PENGENDALIAN
ALAMIAH
Faktor tidak bertautan padat  
1.      Faktorfisik
·         Suhu
·         Kelembabab
·         Angin
·         pH tanah
·         Cahaya

2.      Faktor biologis
·         Kualitas makanan
·         Kesesuaian inang

Faktor bertautan padat (semua biologis)
1.      Pengaruhnya tidak timbal balik
·         Makanan
·         Ruang
·         Teritorial

2.      Pengaruhnya timbal balik
·         Predator
·         Parasitoid
·         Patogen
·         Herbivor
·         Beberapa makanan



Kuliah PHPH
Minggu-3
AGENS PENGENDALIAN
HAYATI SERANGGA HAMA

Tiga kelompok musuh alami
serangga hama
• Predator: memakan serangga lain untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi
• Parasitoid: serangga menumpang dan
memanfaatkan serangga lain untuk kelangsungan
hidupnya
• Patogen penyebab penyakit: Organisme
(mikroorganisme) yang hidup dalam tubuh serangga
hama dan menimbulkan sakit dan akhirnya kematian
pada serangga hama

PREDATOR
SERANGGA HAMA
Sifat-sifat predator
• Predator umumnya berukuran lebih besar dari
mangsanya.
• Mangsanya dimatikan dan dimakan habis dalam
waktu singkat.
• Selama hidupnya satu individu predator memerlukan
banyak mangsa.
• Pradewasa dan dewasa predator biasanya memiliki
habitat yang sama, dan sama-sama predator.
• Predator serangga dapat berupa serangga atau
binatang lain.

Jenis mangsa yang dimakan
• Sebagian besar predator bersifat generalis
(makan berbagai jenis mangsa)
􀂙Msl. Labah-labah, kumbang Carabidae, Odonata dll.
• Ada yang relatif spesifik (mempunyai preferensi
yang tinggi pada jenis mangsa tertentu)
􀂙Msl berbagai predator kutudaun dan kutu tanaman yang
lain, a.l. kumbang Coccinellidae, lalat Syrphidae,
Chamaemyiidae. Cecidomyiidae dll,

Cara predator mendapatkan
mangsa
• Predator ada yang aktif memburu mangsa
– Msl. Larva dan imago kumbang predator (Carabidae,
Coccinellidae), Labah-labah pemburu seperti Lycosa
dll.
– Capung dan lalat Asilidae menangkap mangsanya
sambil terbang.
• Predator yang lain membuat perangkap dan
menunggu mangsa
– Msl., banyak labah-labah yang membuat jaring-jaring
perangkap.
– Belalang sembah banyak yang bermimikri sehingga
menyerupai bagian tanaman tertentu.

Cara predator mendapatkan
Mangsa

Stadia yang bersifat predator
• Pradewasa dan dewasa
􀂙Msl. Labah-labah, kumbang Carabidae, Coccinellidae dll.
• Pradewasa saja – imagonya makan nektar atau
cairan organik
􀂙Msl. Lalat Syrphidae, Chamaemyiidae, Cecidomyiidae.
• Dewasa saja – larvanya parasit atau saprofit
􀂙Msl. Lalat Asilidae

Predator yang penting
• Laba-laba (Kelas Arachnida, Ordo: Araneida)
– semuanya predator
• Tungau predator (Kelas Arachnida, Ordo
Acarina, Fam: Phytoseidae.
• Serangga (Kelas Insecta)
– Hemiptera: Reduviidae, Pentatomidae,
Pyrrhocoridae, miridae, semua famili kepik
aquatic.
– Diptera:Syrphidae, cecidomyiidae, asilidae,
muscidae.
– Coleoptera: Carabidae, Coccinellidae
– Hymenoptera: Vespidae, Specidae
– Neuroptera (semuanya)
– Odonata (semuanya)
– Orthoptera: Gryllacrididae, beberapa anggota
famili Gryllidae dan Tettigoniidae

Araneida: Lycosidae
Acarina
Hemiptera: Reduviidae
Hemiptera: Pentatomidae
Hemiptera: Miridae
Diptera: Syrphidae
Coleoptera: Carabidae
Coleoptera: Carabidae
Coleoptera: Carabidae
Coleoptera: Coccinellidae
Hymenoptera: Vespidae
Neuroptera
Orthoptera: Gryllidae




Kuliah PHPH
Minggu-4
PARASITOID

Sifat-sifat parasitoid
– Lebih kecil dibandingkan dengan ukuran inang
– Satu individu parasitoid hanya memerlukan satu
individu inang
– Inang (umumnya) tidak segera mati
– Yang bersifat parasit hanya pradewasanya, sedang
dewasanya hidup bebas
– Habitat berbeda antara dewasa dan pradewasa
– Semua dari golongan serangga

Parasitoid berbeda dari parasit
• Dari taxon Kelas yang sama
• Dibandingkan inangnya, ukuran relatif besar
• Yang bersifat parasit hanya pradewasanya,
sedang dewasanya hidup bebas
• Tidak pernah pindah inang
• Inangnya akhirnya selalu mati

Cara memarasit
• Erat kaitannya dengan cara induk parasitoid
meletakkan telur:
– Endoparasitoid – parasitoid dalam
• Msl: sebagian besar parasitoid
– Ektoparasitoid – parasitoid luar
• Msl: Elasmus spp., Euplectrus spp., Campsomeris sp.

Kisaran inang
• Parasitoid generalis
– Msl: Trichogramma spp., Brachymeria spp., lalat
Tachinidae
• Parasitoid spesifik
– Msl: Telenomus spp., berbagai jenis parasitoid
Larva

Stadia inang
• Parasitoid telur
– Msl Trichogramma spp., Telenomus spp.
• Parasitoid larva
– Msl Apanteles spp., Eriborus sp., Goryphus spp.
dll.
• Parasitoid pupa
– Msl Xantopimpla spp., Brachymeria spp.

Stadia inang
• Parasitoid telur – larva
– Msl Chelonus sp.
• Parasitoid larva – pupa
– Msl Tetrastichus brontispae
• Parasitoid imago
– Msl lalat Tachinidae pada kepik & lalat
Sarcophagidae pada belalang

Jenis (peran) inang
• Parasitoid primer: inangnya bukan parasitoid
(fitofag atau predator)
• Parasitoid sekunder: inangnya parasitoid
primer
• Parasitoid tertier: inangnya parasitoid
sekunder, dst.
• Ada istilah autoparasitisme: msl.
Coccophagus spp.

Jumlah parasitoid yang berkembang
pada/dlm inang
• Parasitoid soliter: msl Xantopimpla,
Diadegma, Snellenius (=Microplitis), dll.
• Parasitoid gregarius: msl Cotesia
(=Apanteles) spp., Platygaster,
Copidosoma, dll.

Produksi telur
• Proovigenic: msl lalat Tachinidae,
Diatraeophaga striatalis
• Synovigenic: sebagian besar parasitoid

Pola reproduksi partenogenetik
• Thelyotoky: betina tidak kawin keturunan
semuanya betina
• Deuterotoky: betina tidak kawin,
keturunannya jantan dan betina
• Arrhenotoky (paling umum pada
Hymenoptera): telur yang dibuahi
keturunannya betina, yang tidak dibuahi jadi
jantan

Proses penemuan inang
• Penemuan habitat inang
• Penemuan inang
• Pemilihan inang
• Kesesuaian inang

Parasitoid penting
• Hymenoptera: Ichneumonidae, braconidae,
Trichogramatidae, Eulophidae, Encyrtidae,
Chalcididae, Scelionidae, Scoliidae,
Bethylidae
• Diptera: Tachinidae, Pipunculidae,
Sarcophagidae




Kuliah PHPH
Minggu-5
PATOGEN SERANGGA
Patogen Serangga yang penting
• Bakteri: terutama dari genus Bacillus, msl
Bacillus thuringiensis
• Virus: terutama Baculovirus, yang terdiridari
nucleo polyhedrovirus (NPV), granulo virus
(GV), non ocluded Baculovirus, dan
cytoplasmic polyhedrovirus (CPV),
• Cendawan: Beauveria, Hirsutella,
Entomophthora, Metarhizium, dan Noumuraea.
• Nematoda: Steinernematidae dan
Heterorhabditidae

BAKTERI PATOGEN SERANGGA
Genus Bacillus
• Termasuk dalam famili Bacillaceae
• Berbentuk batang
• gram-positif
• Memproduksi endospora
• Sel vegetatif, ketika memulai memproduksi
spora, disebut sporangium. Selama sporulasi
beberapa anggota Bacillus memproduksi satu
atau lebih badan inclusi atau parasporal
bodies dalam sporangium.
Parasporal body – Kristal Protein
• Mulai terbentuk ketika bakteri mengalami sporulasi.
• Sifat toksiknya hilang oleh panas. Tidak larut dalam
air, tapi larut pada larutan ber pH tinggi diatas pH 12.
Pada pH yang lebih rendah diperlukan senyawa
pereduksi untuk melarutkan kristal protein
• Parasporal body dalam suasana basa terlarut
menjadi protoksin, dan oleh enzim proteolitik pecah
lagi menjadi senyawa protein yang lebih kecil disebut
δ-endotoxin dan bersifat toksik terhadap serangga.
• Exotoxin dan endotoxin bakteri berperan penting
dalam penyebaran bakteri ke dalam rongga tubuh
serangga. Toxin dapat merusak dinding saluran
pencernaan, dan memungkinkan bakteri masuk
kedalam rongga tubuh

B. thuringiensis
• Jalan masuk sebagian besar melalui mulut.
• Bakteri yang tertelan berkembangbiak dalam midgut,
dan memproduksi toksin menyebabkan serangga
hilang nafsu makan, diare dan kotorannya berair, dan
kadang-kadang muntah.
• Dalam saluran pencernaan bakteri memproduksi
enzyme (misal: lecithinase, proteinase, dan
chitinase), yang mempengaruhi sel saluran
pencernaan sehingga bakteri bisa masuk ke dalam
rongga tubuh.
• Bakteri kemudian menyebar ke seluruh rongga
tubuh.
• Serangga yang terserang bakteri, terutama
larva, segera berwarna gelap dan sering
sangat lunak. Jaringan dalam tubuh dengan
cepat terurai menjadi cairan yang lengket dan
kadang-kadang berbau busuk. Dinding
tubuhnya masih tetap utuh. Bakteri banyak
ditemukan segera setelah serangga mati.
Bangkainya kemudian keriput, kering dan
mengeras.
• Ada banyak sub spesies dengan
kisaran inang yang berbeda
• Dua sub spesies yang penting:
B. thuringiensis subsp. kurstaki – larva
Lepidoptera
B. thuringiensis subsp. israelensis – larva
Diptera akuatik

Bacillus yang lain
B. sphaericus – pada larva nyamuk. Mempunyai
sifat-sifat yang sangat mirip dengan B.
thuringiensis dalam hal pembentukan spora
B. popilliae – pada larva kumbang Scarabaeidae
(lundi). Juga membentuk spora dan kristal
protein, tetapi parasporal body nya tidak berubah
menjadi toxin
B. lentimorbus. sama dengan B. popilliae, tetapi
kurang virulens.
B. moritai – menginfeksi lalat rumah dalam tanah.
B. larvae – menginfeksi larva lebah madu.

VIRUS PATOGEN SERANGGA
• Famili virus yang menginfeksi serangga:
– Baculoviridae (DNA-virus)
– Polydnaviridae (DNA-virus)
– Ascoviridae (DNA-virus)
– Entomopoxviridae (DNA-virus)
– Reoviridae (RNA-virus)

Famili Baculoviridae
• Mempunyai tiga subgroup:
– Nucleo polyhedrovirus (NPV)
• Dicirikan oleh adanya badan oklusi virus yang
berbentuk polihedra.
• Ada 2 subgenera:
– SNPV (single-nucleocapsid NPV)
– MNPV (multi-nucleocapsid NPV)
– Granulo virus (GV)
• Badan oklusi virus berbentuk butiran (granule)
(disebut kapsul), dan setiap envelope
mengandung satu nucleocapsid
– Non occluded Baculovirus (NOB)
• Tidak memiliki badan oklusi, dan dalam setiap
envelope berisi satu nucleocapsid.

Nucleopolyhedrovirus (NPV)
• NPV menginfeksi lebih dari 400 spesies inang
– Lepidoptera: 34 famili
– Hymenoptera: (4 famili, Symphyta)
– Diptera (6 famili)
– Coleoptera (3 famili)
– Neuroptera (2 famili)
• SNPV ditemukan menginfeksi semua ordo,
sedangkan MNPV dan GV hanya pada
Lepidoptera.
• MNPV umumnya mempunyai kisaran inang yang
luas.
– Contoh AcMNPV menginfeksi 33 spesies berbeda dari
ordo Lepidoptera.
Nucleopolyhedrovirus (NPV)
• Infeksi baculovirus umumnya melalui
mulut, ketika partikel virus dalam badan
oklusi atau virion bebas termakan.
• Virus hanya menginfeksi midgut, dan
tidak menginfeksi foregut dan hindgut
• Cepat lambatnya kematian inang
tergantung pada: umur larva, suhu, virulensi
virus, dosis virus dan nutrisi inang

Gejala infeksi oleh NPV
• 1-5 hari setelah menelan partikel virus inang belum
menunjukkan gejala luar.
• Lambat laun larva berubah warna menjadi pucat, kusam
dan mengkilat.
• Larva menjadi kurang aktif, dan tidak nafsu makan, tapi
tetap makan sampai mati.
• Biasanya mati setelah 5-12 hari (tergantung pada virulensi
virus, ukuran larva dan jumlah virus yang termakan).
• Beberapa saat sebelum mati, larva sering menjauhi
makanan dan menyebar, dan sering merambat ke bagian
atas tanaman, dan ketika mati menggantung pada tungkai
palsunya.
• Bila sel-sel hipodermis terinfeksi, integumen menjadi
rapuh dan mudah sobek.

CENDAWAN PATOGEN SERANGGA
• Struktur: dapat bersel tunggal (misal ragi dan
tubuh hifa), atau lebih umum berupa filamen atau
hifa bercabang-cabang yang membentuk
miselium.
• Reproduksi: aseksual dengan berbagai macam
propagul atau seksual dengan berbagai cara
• Host: dapat ektoparasit , misal Laboulbeniales,
atau endoparasit, sebagian besar
• Serangga biasanya terinfeksi cendawan oleh
spora atau konidia, dapat juga oleh propagul lain:
sklerotia
• Infeksi terutama melaui integumen, beberapa
melalui lubang tubuh

Inang
• Semua ordo serangga dapat terinfeksi
cendawan.
– Yang paling umum terjadi pada: Hemiptera, Diptera,
Coleoptera, Lepidoptera, Orthoptera dan Hymenoptera
• Kekhususan inang beragam:
– Kisaran inangnya luas: msl Beauveria bassiana dan
Mearhizium anisopliae enginfeksi lebih dari 100
spesies serangga.
– Beberapa agak spesifik pada beberapa spesies inang.

Proses terjadinya penyakit oleh
cendawan (mycosis)
• Ada 3 fase:
1. penempelan dan perkecambahan spora pada
integumen,
2. penetrasi ke dalam rongga tubuh serangga,
3. perkembangan cendawan yang biasanya
menyebabkan kematian serangga
• Perkecambahan spora sangat tergantung
pada kelembaban lingkungan, temperatur
dan sedikit oleh cahaya dan kandungan
nutrisi

Penetrasi
• Penetrasi melalui integumen
– Tergantung pada sifat-sifat kutikula:
ketebalan, ada tidaknya anti cendawan, dan
senyawa nutrisi. Larva yang baru ganti kulit
atau pupa yang baru terbentuk lebih rentan thd
penetrasi cendawan.
• Penetrasi melalui lubang tubuh
– Bukal cavity, spirakel dan lubang-lubang tubuh
lain.

Tanda dan gejala
• Pada tingkat awal infeksi cendawan, seranggga
menunjukkan sedikit tanda atau gejala, selain hanya
berupa bintik nekrotik yang merupakan tempat infeksi.
• Pada tingkat infeksi lanjut, umumnya serangga menjadi
gelisah, kurang aktif, nafsu makan kurang dan kehilangan
koordinasi. Serangga sering naik ke bagian atas tanaman
atau kalau serangga dalam tanah sering serangga naik ke
permukaan tanah. Hifa cendawan terus tumbuh dan
menyebabkan inangnya keras seperti mummi, dan
serangga yang mati dalam keadaan utuh.
• Sesaat sebelum mati serangga mungkin berwarna khas.

Faktor lingkungan
• Kondisi lingkungan, khususnya kelembaban dan suhu,
serta cahaya dan angin yang pengaruhnya kurang, sangat
penting peranannya dalam infeksi dan sporulasi cendawan
entomopatogen.
• Suhu yang optimum cendawan untuk tumbuh dan
menyebabkan penyakit umumnya berkisar antara 20 – 30
oC. Spora istirahat dapat toleran terhadap suhu tinggi atau
rendah.
• Kelembaban yang sangat tinggi (diatas 90 %) dibutuhkan
untuk perkecambahan spora dan pembentukan spora di
luar tubuh serangga. Sebaliknya, untuk pelepasan spora
perlu kelembaban rendah (dibawah 50 %). Kelembabab
mikroklimat lebih penting dari kelembaban lingkungan
untuk perkecambahan spora.

Cendawan
Entomophthorales Nomuraea
Hirsutella
Beauveria
Metarrhizium

NEMATODA PATOGEN SERANGGA
• Siklus hidupnya sederhana, melewati 3 tingkat
perkembangan utama: telur, juvenile (berganti
kulit beberapa kali, umumnya 4 kali) dan
dewasa.
• Betina yang telah kawin meletakkan telur.
• Juvenile-1 ganti kulit dalam telur, keluar sebagai
Juvenile 2.
• Beberapa nematoda memiliki satu periode
resisten, disebut “dauer juvenile” (juvenile-3,
biasanya diselimuti oleh integumen dari
juvenile-2).

Cara infeksi
• Pasif: nematoda meletakkan telur pada
makanan inang, termakan oleh inang,
menetas dan menembus dinding saluran
pencernaan ke rongga tubuh
• Aktif: Nematoda mencari inang kemudian
masuk ke rongga tubuh inang dengan cara
– Menembus langsung kutikula
– Melalui lubang-lubang alami (spirakel, mulut,
anus)

Nematoda patogen serangga penting
• Steinernematidae
– Mempunyai virulensi yang tinggi dan kisaran inang
yang luas
Steinernema carpocapsae
• dapat membunuh inangnya dalam waktu 48 jam
• Berasosiasi dengan bakteri Xenorhabdus spp, msl X.
nematophilus
• Heterorhabditidae
– Virulensinya juga tinggi
– Juga berasosiasi dengan bakteri Xenorhabdus
luminescens
– Inang yang terinfeksi berwarna merah bata dan
bersinar dalam gelap.




Kuliah PHPH
Minggu-6
PENGENDALIAN HAYATI
SERANGGA HAMA

Musuh alami yang baik
• Kemampuan adaptasi terhadap lingkungan
baik
• Kemampuan menemukan inangnya baik
• Selektif
• Perkembangannya sinkron dengan inangnya
• Perkembangbiakannya cepat
• Mudah dikembangbiakkan di laboratorium

Teknik pengendalian hayati
• Inokulasi: musuh alami dilepaskan dalam
jumlah yang sedikit
• Inundasi: musuh alami dilepaskan dalam
jumlah yang banyak
• Konservasi: melestarikan musuh alami yang
telah ada

Inokulasi
• Biasanya untuk mengendalikan hama
pendatang (eksotik) dimana di lapangan tidak
ada m. a. yang efektif
• M. a. yang dilepas belum ada di lapangan
• M. a. dilepas dalam jumlah sedikit,
diharapkan dapat menetap (established),
berkembang biak dan akhirnya
mengendalikan hama secara permanen
• Contoh: (lihat kuliah minggu – 1)

Inundasi
• M. a. yang dilepas sebenarnya sudah ada di
lapangan, tapi populasinya rendah
• M. a. dilepas dalam jumlah banyak untuk
mengendalikan hama dengan cepat oleh musuh
alami yang dilepaskan, bukan oleh keturunannya.
• Prinsipnya seperti penggunaan insektisida biasa,
hanya saja bahan yang digunakan berupa agens
hayati
• Selain keefektifan m. a. yang digunakan, metode
pembiakan m. a. yang praktis dan ekonomis juga
menjadi pertimbangan utama
• Contoh:
– Penggunaan patogen serangga (B. t., NPV)
– Penggunaan parastiod telur Trichogramma spp.

Konservasi
• Dimaksudkan untuk melindungi dan
meningkatkan peranan m. a. yang ada di
lapangan sehingga dapat mengendalikan
populasi hama yang ada
• Caranya: - menerapkan PHT
– Penggunaan pestisida seminimal mungkin (hanya
kalau tidak ada cara lain)
• Penggunaan insektisida yang selektif
• Spot treatment
– Memanipulasi lingkungan agar tersedia makanan
tambahan dan tempat berlindung atau mengungsi
untuk m. a.
• Menyediakan tanaman yang menghasilkan bunga
• Menyediakan inang alternatif
• Pengendalian gulma secara selektif

Pengendalian Hayati Klasik
• Pengendalian hayati yang dilakukan dengan
memasukkan musuh alami serangga hama
dari daerah lain (daerah asal hama) untuk
mengendalikan serangga hama di daerah
baru yang belum ada musuh alaminya yang
efektif.

Prosedur P. H. Klasik
1. Identifikasi hama apakah eksotik atau
bukan
2. Menentukan tempat asal hama
3. Eksplorasi agens hayati
4. Importasi agens hayati – melalui karantina
5. Pembiakan masal agens hayati
6. Kolonisasi/pelepasan agens hayati
7. Evaluasi agens hayati

Identifikasi hama eksotik atau bukan
1. Peluang keberhasilan p. h. klasik pada
hama eksotik lebih besar
2. Mengarahkan lokasi pencarian musuh
Alami

Menentukan tempat asal hama
1. Identifikasi serangga hama harus
benar
2. Mencari informasi dari literatur
3. Memperhatikan asal tanaman inang
4. Kerjasama dengan expert dan/atau
instansi dari negara/daerah lain.

Eksplorasi agens hayati
1. Utamakan musuh alami yang berasal dari
daerah asal hama
2. Identifikasi hama dan musuh alaminya dengan
benar (kadang-kadang hiper parasit sulit
dibedakan dengan parasit primernya)
3. Pelajari bioekologi hama di daerah asalnya
untuk memudahkan pencarian musuh alaminya
4. Pelajari bioekologi musuh alami untuk
menyiapkan penanganannya
5. Musuh alami juga dapat dicari/diperoleh dari
daerah lain yang sudah menggunakan lebih
dahulu

Importasi agens hayati
1. Sebelum pencarian harus sudah dipersiapkan dulu
tempat penerimaan musuh alami yang sekaligus
menjadi tempat karantina sebelum musuh alami
dilepaskan
2. Prosedur karantina merupakan suatu keharusan,
untuk mencegah masuknya organisme yang tidak
diinginkan yang berpotensi menjadi organisme
yang merugikan, misalnya hama, patogen,
hiperparasit atau musuh alami serangga berguna
3. Harus dicari cara pengemasan dan pengiriman
yang paling baik dan efisien, untuk mencegah
kematian musuh alami dalam perjalanan.
Importasi agens hayati
4. Penelitian-penelitian pendukung, misalnya
mengenai biologi m. a. dalam laboratorium
mulai dilakukan dalam karantina
5. Dilakukan uji kisaran inang (kekhususan
inang) dari m. a. yang diintroduksi, untuk
melihat kemungkinan hidup m. a. pada inang
lain selain organisme sasaran (contohnya
ingat m. a. gulma)
6. Semua sisa-sisa material yang digunakan
dalam laboratorium karantina harus
dimusnahkan.

Pembiakan masal agens hayati
1. Teknik pembiakan masal m. a. sebaiknya telah
dikembangkan sejak eksplorasi m. a.
2. Pembiakan masal penting dalam mendukung
studi m. a. dalam laboratorium
3. Pembiakan masal juga penting dalam mendukung
kolonisasi m. a. dalam jumlah yang cukup
4. Karena P.H. klasik biasanya spesifik, maka
pembiakan masal m. a. -nya biasanya
menggunakan inang atau mangsa alamiahnya.
1. Pembiakan masal m. a.
2. Pembiakan masal mangsa/inang
3. Pembiakan tanaman inangnya
5. Perlu diperhatikan kebugaran m. a.

Kolonisasi agens hayati
1. Kolonisasi/pelepasan m. a. dilakukan hanya
bila prosedur karantina telah selesai, dan
diketahui bahwa m. a. yang diintroduksi aman
bagi semua organime bukan sasaran
2. Pelepasan dilakukan pada beberapa tempat
dengan kondisi lingkungan yang berbeda beda,
di semua daearh penyebaran hama
3. M. a. dilepas dalam jumlah yang cukup (makin
banyak makin baik)
4. Awalnya biasanya dilakukan pelepasan secara
inokulatif, tetapi sebaiknya juga dilakukan
pelepasan secara berulang, dan diikuti dengan
tindakan konservasi m. a.

Evaluasi Pengendalian Hayati
• Metode eksklusi musuh alami
– Prinsipnya adalah membandingkan
perkembangan populasi hama dengan dan tanpa
m. a. yang dilepas.
• Metode halangan mekanis
• Metode eksklusi kimiawi
• Metode chek biologis
• Metode pengambilan dengan tangan
• Metode tabel kehidupan (life table)
– Mempelajari perkembangan populasi hama di
lapangan dan melihat apakah mortalitas oleh m.
Yang dilepas cukup signifikan atau tidak
Metode halangan mekanis
• Percobaan dengan 2 perlakuan, yaitu:
1. Populasi serangga hama tanpa kurungan, sehingga dapat
didatangi m. a.
2. Populasi serangga hama dikurung tanpa ada m. a.
• Bandingkan perkembangan populasi serangga
hama pada kedua perlakuan. Bila populasi
serangga hama dalam kurungan berkembang
lebih cepat maka m. a. Mungkin berhasil
menekan populasi serangga hama tanpa
kurungan
• Metode ini mempunyai kelemahan karena
pengurungan serangga hama mungkin dapat
meningkatkan laju perkembang biakan serangga
Metode eksklusi kimiawi
• Percobaan dengan 2 perlakuan, yaitu:
1. Populasi serangga hama tanpa mendapat perlakuan, sehingga
dapat didatangi m. a.
2. Populasi serangga hama disemprot dengan insektisida selektif
yang hanya membunuh m. a., disini tidak ada m. a.
• Bandingkan perkembangan populasi serangga
hama pada kedua perlakuan. Bila populasi
serangga hama yang disemprot dengan
insektisida selektif berkembang lebih cepat maka
m. a. mungkin berhasil menekan populasi
serangga hama di lapangan
• Metode ini mempunyai kelemahan karena
insektisida selektif yang digunakan mungkin
dapat meningkatkan laju perkembang biakan
serangga
Metode chek biologis
• Digunakan untuk mengevalusi P.H. Serangga hama
yang berasosiasi dengan semut.
• Percobaan dengan 2 perlakuan, yaitu:
1. Populasi serangga hama dengan semut dibiarkan sehingga
mencegah aktivitas m. a. pada populasi tersebut.
2. Populasi serangga yang semutnya dibersihkan, sehingga m. a. tidak
terganggu untuk memangsa/memarasit serangga hama.
• Bandingkan perkembangan populasi serangga
hama pada kedua perlakuan. Bila populasi
serangga hama dengan semut berkembang lebih
cepat maka m. a. mungkin berhasil menekan
populasi serangga hama di lapangan
• Metode ini mempunyai kelemahan karena semut
yang berasosiasi dengan serangga hama dapat
mamacu serangga hama berkembang biak lebih
cepat.
Metode pengambilan m. a. dengan
tangan
• Percobaan dengan 2 perlakuan, yaitu:
1. Populasi serangga hama dengan m. a. dibiarkan aktif.
2. Populasi serangga hama dimana m. a. dibersihkan/diambil
terus menerus dengan tangan.
• Bandingkan perkembangan populasi
serangga hama pada kedua perlakuan. Bila
populasi serangga hama yang m. a.
dibersihkan berkembang lebih cepat maka
m. a. mungkin berhasil menekan populasi
serangga.
• Dari segi ketepatan hasilny metode ini baik,
tetapi kelemahannya adalah memerlukan
banyak tenaga kerja.

Metode Tabel Kehidupan
• Bisa dilakukan dengan mengamati
perkembangan populasi serangga hama
dengan generasi yang diskrit dan tidak
tumpang tindih (overlaping)
• Dibuat tabel yang berisi kepadatan dan
mortalitas dari setiap umur/tingkat
perkembangan serangga hama, serta faktor
mortalitasnya
• Pengamatan dilakukan sebanyak 8 -15
generasi atau lebih pada populasi serangga
hama di daerah terbatas.

Metode Tabel Kehidupan
• Data dari setiap faktor mortalitas
dikumpulkan dan dianalisis secara statistik
atau dibuat grafik untuk melihat korelasi
antara perubahan populasi serangga hama,
dan kematian yang disebabkan oleh masingmasing
faktor. Dari sini akan diketahui
mortalitas yang disebabkan oleh m. a. yang
digunakan.

Pengendalian hayati hama lokal
• Augmentasi - inundasi
– Contoh penggunaan parasitoid telur,
Trichogramma spp.
– Penggunaan patogen serangga (bakteri, virus,
cendawan, dll)
• Konservasi musuh alami



Kuliah PHPH
Minggu-7
PENGENDALIAN HAYATI
SERANGGA HAMA

Keuntungan pengendalian hayati
1. selektifitas yang tinggi dan tidak menimbulkan
hama baru
(bandingkan dengan insektisida kimia yang
umumnya broad spectrum)
2. organisme yang digunakan sudah ada di alam
(insektisida kimia harus dikembangkan dulu untuk
mendapatkan senyawa yang bersifat racun,
kemudian dikembangkan cara produksi)
3. organisme yang digunakan dapat mencari dan
menemukan hama sendiri (kecuali patogen
serangga)
(insektisida kimia harus diaplikasikan dengan alat
tertentu agar dapat mencapai sasaran)
Keuntungan pengendalian hayati
(lanjutan)
4. Musuh alami dapat berkembangbiak dan
menyebar
(insektisida harus terus diproduksi kemudian
diaplikasikan merata di semua tempat)
5. hama tidak menjadi resisten atau kalau ada
sangat lambat
(serangga hama cepat menjadi resisten pada
insektisida yang digunakan secara terus-menerus)
6. pengendalian dapat berjalan dengan sendirinya
(insektisida harus diaplikasikan berkali-kali)
7. tidak ada pengaruh samping yang buruk
seperti pada penggunaan pestisida

Pengaruh samping penggunaan insektisida
kimia:
1. Menimbulkan resistensi serangga hama
2. Menimbulkan riserjensi serangga hama
3. Menimbulkan hama sekunder
4. Membunuh musuh alami
5. Membunuh organisme bukan sasaran
6. Mencemari lingkungan
7. Keracunan pada manusia

Kelemahan pengendalian hayati
1. pengendalian berjalan lambat
2. hasilnya tidak dapat diramalkan
3. sukar dan mahal untuk pengembangan dan
penggunaannya
4. memerlukan pengawasan pakar

Pengendalian Hayati dan
Pengendalian Hama Terpadu (PHT)
• Ingat definisi PHT
• PHT – dipilih pengendalian serangga hama
yang:
– Aman bagi lingkungan
– Ekonomis
– Secara sosial dapat diterima masyarakat
• Prinsip-prinsip PHT:
– budidaya tanaman sehat
– pemanfaatan musuh alami
– pengamatan berkala
– petani sebagai ahli

Bagaimana mengembangkan
program pengendalian hayati ?
• Dilihat asal-usul hama
– Eksotik atau bukan
• Dilihat apakah ada musuh alami lokal yang
baik atau tidak
• Tentukan teknik pengendalian yang akan
dilakukan:
– Inokulasi
– Inundasi
– Konservasi

Bagaimana mengembangkan program
pengendalian hayati ?
• Eksplorasi agens pengendalian hayati – tiap
tingkat perkembangan hama
• Pengembangan teknologinya, terutama
teknik pengembangbiakan parasitoid dan
inangnya yang praktis dan ekonomis
• Penelitian penunjang: msl bioekologi hama,
bioekologi parasitoid

Beberapa kendala
• Banyak agens pengendalian hayati yang belum
dieksplorasi
• Teknologinya masih perlu banyak pengembangan –
biasanya unik
• Menurunnya kebugaran agens pengendalian hayati
• Hiperparasitoid
• Mekanisme pertahanan inang
• Kanibalisme
• Masalah tenaga kerja

Penutup
• PHserangga hama sudah dilakukan sejak lama, bahkan
sebelum pengendalian dengan insektisida sintetik
dikembangkan
• Tingkat keberhasilan PH sangat beragam karena PH
menggunakan organisme hidup, sehingga banyak faktor
yang mempengaruhi
• PH merupakan salah satu komponen utama PHT karena
PH tidak berpengaruh buruk pada lingkungan, dapat
bekerja dengan sendirinya dan permanen

Penutup
• Musuh alami serangga hama dapat berupa:
– Parasitoid, predator dan patogen
• Dalam PH, musuh alami dapat digunakan secara:
– Inokulasi, inundasi, dan konservasi
• PH di Indonesia masih perlu banyak pengembangan
• PH merupakan cara pengendalian hama yang relatif rumit
sehingga perlu dirancang dengan baik dan dilaksanakan
secara cermat