Rabu, 12 Juni 2013

pesti 2



PENDAHULUAN

AGRO-PESTISIDA DALAM PENGELOLAAN PENYAKIT TUMBUHAN
Tinjauan Singkat tentang Pengendalian Terpadu Penyakit Tanaman
         Produksi Tanaman dan Kehilangan Hasil Karena Penyakit
        Faktor-Faktor Penyebab Kerusakan dan Kehilangan Hasil dalam Pertanian, kehutanan dan aktivitas lingkungan
         Faktor abiotik
         Faktor biotik
        Faktor biotik sebagai kompetitor bagi manusia dalam produksi tanaman pertanian adalah organisme pengganggu tanaman (OPT)
          
        Satu kelompok organisme di antara berbagai OPT adalah patogen :
         Cendawan, FLO, bakteri, nematode, algae
         Virus, viroid, molikut, benalu

PENGENDALIAN OPT
        Pengendalian Alamiah
        Aplikasi Pengendalian non alamiah
        Pestisida hayati
        Pestisida nabati
        Pestisida kimiawi sintetis


PESTISIDA  (umum)
         Klasifikasi menurut Pengaruhnya terhadap OPT
         Antifidan: Menghambat makan, meyebabkan serangga lapar sampai mati
         Anti-transpiran: Meredukasi taranspirasi
         Attraktan: Memikat hama, atraktan seks
         Kemosterilan: Mengganggu kemampuan reproduksi
         Defolian: Merontokkan bagian tanaman yang tidak dikehendaki tanpa mematikan tanaman
         Desikan: Pengering bagian tanaman dan serangga
         Disinfektan: Merusak menginaktifkan organisme berbahaya

         Klasifikasi menurut Tipe OPT yang Dikendalika
         Adulticide
         Akaricie
         Algicide
         Arboricide
         Avicide
         Bactericide
         Blasticide
         Fungicide
         Insecticide
         Ixodicide

         Larvicide
         Miticide
         Molluscicide
         Nematicide
         Ovicide
         Piscicide
         Predacide
         Rodenticide
         Silvicide
         Termicide


Klasifikasi menurut Pengaruhnya terhadap OPT
         Feeding stimulant : Menyebabkan serangga makan lebih bersemangat
         Zat pengatur tumbuh: Menghentikan, mempercepat atau meperlambat proses pertumbuhan tanaman atau serangga
         Repelen: Mengusir atau menghalau  hama dari obyek yang diberi perlakuan
         Semiokemikal: Feromon, alomon dan kairomon; senyawa yang  dipancarkan  oleh tumbuhan atau hewan, yang mengambat  atau menstimulir  aktivitas perilaku serangga
         Sinergi: Meningkatkan keefektifan  suatu agens aktif
         Antisporulan : mencegah pembentukan spora cendawan
         Nematostat : mnginaktifkan nematoda

FUNGISIDA
Klasifikasi Berdasarkan
Tipenya
Ada 3 tipe :
q  Protektan (protectant)
m Memberikan proteksi pada tempat aplikasi
q  Eradikan (eradicant)
m Penyembuh infeksi pada tempat aplikasi
q  Sistemik (systemic)
m Dapat mencegah perkembangan penyakit pada tempat yang tidak diaplikasi; ada translokasi
Perbedaan  3-tipe tersebut berdasar :
*      Waktu aplikasi relatif terhadap infeksi
*      Penyerapan dan mobilitas  dalam jaringan tanaman

FUNGISIDA (FS)
Klasifikasi Menurut Sifat atau Asal Bahan
FS Inorganik
         Belerang
         Tembaga
         Merkuri
         Timah
FS Organik
         Dithiocarbamates (Ditiokarbamat)
         Ftalimid (Phtalimides)
         Sulphamides (Sulfamid)
         Triazines (Triazin)
         Chlorophenyls (Klorofenil)
         Quinones (Kuinon)
         Nitroparaffins (Nitroparafin)
         Quinoxalines (Kuinoksalin)

Klasifikasi Menurut Sifat atau Asal Bahan Kimianya
         Produk Berasal Dari Sumberdaya Alam
        Fenilpirol
        Strobilurin
        Biosintesis ootridial

Produk-Produk Fermentasi
         Griseofulvin
         Mildiomisin
         Validamisin
         Polioksin
         Blastisidin
         Kasugamisin
         Natamisin
         Prumisin
         Irumamisin

Klasifikasi Menurut Cara Kerja (Mode of Action) Biokimianya terhadap Cendawan Patogen
         Inhibitor multi site (inhibitor fungsi sel umum)
         Inhibitor Spesifik i
         Cara Kerja Yang Tidak Teridentifikasi

Inhibitor Spesifik
        Gangguan Fungsi Membran Sel
        Gangguan Proses-proses Nukleus
        Pengaruh Pada Fungsi Dinding Sel
        Penghambatan Sintesis Protein
        Penghambatan Respirasi
        Gangguan Nonspesifik pada Integritas Membran Sel
        Penghambatan Biosintesis Poliamin


BAKTERISIDA (BS)
Klasifikasi Menurut sifat bahannya
        Kimiawi
         BS inorganik tradisionil
         BS sintetik
        Antibiotik

NEMATISIDA (NS)
Klasifikasi  Menurut sifat bahannya
        Volatil (Fumigans)
         Hidrokarbon alifatik berhalogen 
         Senyawa-senyawa prekursor methyl isothio-sianate
          
        Nonvolatil
         Fosfat organik (organophosphates)
         Oksim-karbamat (oxime-carbamates)

Klasifikasi Menurut cara kerjanya
         General toksikan mematikan telur dan larva - dewasa
        Hidrokarbon alifatik berhalogen 
        Senyawa-senyawa prekursor methyl isothio-sianate
 
         Nematostat
        Fosfat organik (organophosphates)
        Oksim-karbamat (oxime-carbamates)


FUNGISIDA - I
PENDAHULUAN, DEFINISI DAN NOMENKLATUR, SEJARAH

I. Pendahuluan
# Difinisi dan Nomenklatur Fungisida (FS)
q  Difinisi fungisida
*      Fungus (cendawan) – caedo (to kill; pembunuh)
*      Secara harfiah :  Agens (Agents) Pembunuh cendawan
*      Dalam praktik pertanian : Tidak hanya yang membunuh
*      Fungistat
*      Antisporulan
*      Senyawa peningkat ketahanan tanaman thd cendawan
            Juga digolongkan FS

Pengertian Praktis Menjadi :
۞   Fungisida (FS) adalah Berbagai Agens
q  Dari Alam (Mikroba, Virus, tumbuhan Dll)
q  Dari Bahan Sintetis (Kimiawi)
            Yang dapat melindungi tanaman
  
q  Dari Invasi Cendawan (Pra-Infeksi)
                                    dan/atau 
q  Mengeradikasi Cendawan yang Telah Menginfeksi (Pasca-Infeksi)
            Bagaimana dengan :
         Bakterisida
         Nematisida
         Algasida
         Benalusida (?)
         Virusida (?)

Preventif versus Kuratif
r  Preventif atau propilaksis,
Ø  pencegahan infeksi dengan penghambatan patogen sebelum terjadinya penetrasi
Ø  disebut FS protektif atau protektan
r  Kuratif
Ø  Penyembuhan atau terapi, mengeliminasi patogen setelah infeksi
Ø  Disebut fungisida kemoterapeutan atau kuratif

Pergerakan FS dalam jaringan tanaman
Cara aplikasi fungisida yang umum dilakukan :
q  Kecuali injeksi (infus) ke dalam batang tanaman
q  Pencelupan atau pembasahan benih
q  Penyemprotan pada daun
q  Penyiraman tanah di sekitar akar
             
*      Tidak dapat menyembuhkan infeksi internal
*      Hanya dapat digunakan sebagai protektan
*      Dapat sebagai kemoterapeutan untuk  Erysiphaceae, Meliolaceae

Hubungan antara mobilitas dalam tanaman dan potensi FS dalam pengendalian penyakit
         Tingkat mobilitas
ð  Tidak terabsorbsi
ð  Terabsorbsi -tidak  ditranslokasi
ð  Terabsorbsi - ditranslokasi
         Potensi FS
ð  Protektan Terapeutan untuk Patogen permukaan
ð  Kemoterapeutan atau eradikan untuk patogen daun
ð  Sistemik

Keuntungan  fungisida sistemik
Ø  Dapat mencapai tempat yang tidak diaplikasi
Ø  Tidak perlu aplikasi berulang-ulang
Ø  Tidak mudah hilang oleh hujan atau angin
Ø  Tidak mudah terdegradasi oleh cuaca
                                   
Tempat bekerja fungisida sistemik
Protektan atau Terapetan ?
q  Aplikasi pada akar melindungi daun dari
Perkecambahan spora (dimetirimol dan etirimol
Ø  perkembangan patogen setelah penetrasi
  
Cara translokasi sehubungan dengan aktivitas sistemik
Ø  Sistemik lokal
Ø  aplikasi permukaan daun atas
Ø  melindungi permukaan bawah daun (difusi)
Ø  Translokasi melalui silem, aplikasi akar melindungi daun

Cara Kerja Senyawa Sistemik
۞   Aktivitas langsung
ð  FS in vitro mempunyai aktivitas fungisidal
۞   Aktivitas tidak langsung
ð  Senyawa in vitro tidak memiliki aktivitas fungisidal
ð  Secara in vivo dapat menekan aktivitas cendawan patogen
FS sistemik versus kemoterapeutan sistemik


Kebutuhan Fungisida
Ø  Dikondisikan oleh adanya:
ð  Permasalahan penyakit tanaman
ð  Peningkatan populasi dunia
ð  Meningkatnya pendapatan

Keuntungan secara langsung
q  Bagi petani
ð  rendahnya biaya produksi
ð  peningkatan hasil
ð  disertai peningkatan keuntungan
r  Bagi konsumen
ð  peningkatan kualitas dan kuantitas produk
ð  variasi pangan
ð  rendahnya harga produk

Empat faktor dalam proses produksi tanaman :
         Varietas tanaman
         b. Nutrisi mineral
         c. Suplai air
         d. Pengelolaan tanaman
ð  teknik budidaya
ð  pengendalian OPT
q  Tiap faktor dapat sebagai
Ø  Faktor dominan
Ø  Faktor pembatas
Ø  Tergantung
ð  jenis tanaman,
ð  praktik pertanian 
ð  kondisi setempat

Contoh :
Irigasi (suplai air),
Ø  faktor penentu dalam produktivitas tanaman
Ø  Kombinasi irigasi dan varietas produksi tinggi
ð  peningkatan hasil yang dramatis
ð  tetapi harus disertai input pupuk kimia tinggi
Ø  pasti akan diikuti oleh
ð  pertumbuhan gulma
ð  infestasi artropoda hama
ð  infestasi berbagai macam patigen
ð  Ancaman yang harus ditanggulangi
         Diperlukan Pestisida !!!???

r  Produktivitas tanaman karena aplikasi FS
Ø  sekitar tiga kali dari biaya aplikasi
Ø  1970-an, pengendalian penyakit tepung pada barley
ð  menningkatkan hasil sekitar 6.5 %
ð  biaya perlakuan sekitar $ 7/ha (nilai 1972)
ð  mendapat tambahan $ 21/ha 
Ø  Penggunaan FS spektrum luas seperti strobilurin dan triazol
ð  Peningkatan hasil lebih dari 15 %
ð  equivalen dengan keuntugan $100/ha untuk biaya pengendalian $25/ha, dengan rasio B/C 4:1

Penggunaan FS pada cerealia di Eropa Barat
Ø  senilai 2-3 juta ton biji per tahun
Ø  sama dengan $300 – 400 juta
Ø  Pada varietas tanaman tertentu yang tidak dapat dibudidayakan tanpa pengendalian penyakit
ð  keuntungan yang diperoleh melalui penggunaan FS sangat signifikan
ð  Akhir 1800-an, masalah penyakit karat kopi sering terjadi di India, Sri Lanka dan Afrika
ð  tingkat produksi menjadi tidak  ekonomis
ð  perubahan dari budidaya kopi menjadi teh
ð  Industri kopi sampai saat ini masih sepe-nuhnya tergantung pada penggunaan FS

Sejarah
Penggunaan Fungisida
Sejarah Penggunaan Fungisida
q  Penderitaan manusia akibat penyakit Tanaman
q  Penyakit karat pada gandum telah diketahui sejak jaman Romawi
ð  dulu dianggap akibat kemarahan para dewa
ð  pencegahan melalui upacara-upacara persem-bahan kepada dewa Robigus dan Robigo
ð  saat itu dewa tidak sepenuhnya dipercaya
ð  pengendalian secara kimiawi juga dilakukan, dengan belerang, yang saat itu masih misterius

Dampak kejadian lain dari penyakit tanaman :
۞   943 penyakit cendawan di Eropa, yang disebut penyakit “St Anthony’s fire” pada manusia
۞   dengan gejala “meratap dan kejang”
۞   kini diketahui akibat megkonsumsi biji rye yang terkontaminasi alkaloid yang terdapat dalam Claviseps purpurea 
۞   1750, di Eropa penyakit-penyakit pada cerealia secara ekonomi sangat merugikan
ð  Akademi Seni dan Sain Perancis adakan sayembara untuk tulisan terbaik mengenai penyebab dan pengendalian penyakit smut (bunt) pada gandum     solusi belum dite-mukan hingga 10 tahun kemudian

q  10 tahun kemudian lebih dari setengah tanaman gandum di Perancis gagal oleh Ustilago nuda
q  Seorang peneliti bernama Tillet
Ø  Menjelaskan penyebab penyakit bunt, diberi nama Tilletia tritici
Ø  percobaan efikasi berbagai macam perlakuan terhadap T. tritici
ð  tanaman diaplikasi dengan bahan campuran kapur atau urin relativ terbebas dari  penyakit bunt
ð  Tillet perlakuan benih terhadapT. tritici perintis pertama praktik perlakuan fungisi-da pada benih

r  Faktor penyakit tanaman dalam keberlangsungan beberapa industri
     Industri anggur
Ø  penyakit tepung, Uncinula necator, mula-mula di Belanda dalam 1845,
Ø  diikuti oleh penyakit embun bulu, Plasmopara viticola  akhir 1850-an
Ø  Dalam periode ini juga tercatat sebagai awal penggunaan fungisida modern
Ø  sulfur untuk pengendalian U. necator di Belanda
Ø  belum didapat produk sulfur yang dapat diaplikasikan secara mudah dalam area luas

Ø  1855, Bequerel memproduksi bentuk sulfur lembut (halus) dapat diaplikasikan secara merata pada permukaan tanaman (bagaimana proses pembuatannya ?)
Ø  1885, campuran Bordeaux oleh Millardet (tembaga sulfat dan kapur) untuk pengendalian P. viticola
ð  efektif terhadap penyakit hawar pada kentang
ð  Banyak versi campuran ini,
ð  tetapi campuran yang esensial sampai saat ini masih digunakan untuk mengendalikan penyakit cendawan pada berbagai macam tanaman

q  Pengembangan FS thd penyakit pada anggur di Perancis, merangsang penelitian FS internasional
ð  1886, percobaan di USA untuk evaluasi semua jenis FS unggulan di Perancis terhadap :
X  penyakit busuk hitam (Guignardia bidwellii) pada anggur
X  kudis,Venturia inaequalis pada apel
X  tepung, Sphaerotheca fuliginea pada anggur
X  dan sejumlah patogen pada sayuran
ð  Kolaborasi USDA dan para pakar  Perancis
X  menguji hubungan dosis, biaya serta waktu optimum penyemprotan dan fitotoksisitas
X  produksi gandum sangat dibatasi penyakit karat, hingga datangnya fungisida sistemik dalam pertengahan tahun 1960-an
q  Tanaman lainnya juga mengalami gangguan penyakit karat
۞   1869, pada kopi di Sri Lanka, dalam 10 tahun produktivitas turun lebih dari 50 %   
۞   Banyak perkebunan kopi diganti dengan teh  
۞   Perkebunan kopi di Sri Lanka dan India saat ini sepenuhnya tergantung pada fungisida
۞   Senyawa organik kompleks untuk perlakuan benih pada gandum dalam pengendalian penyakit karat

۞   Senyawa arsenik dan intermediat dyestuff dalam industri farmasi, memicu fitopatologis German dalam penelitian yang sama
ð  Hasilkan FS sintetik fenol yang mengandung unsur merkuri, tembaga dan timah
Ø  Ditemukan oleh Bayer senyawa bermerkuri dan fenol berklor,  mendorong pengembangan perlakuan benih dengan merkuri organik
Ø  Produk yang pertama adalah :
ð  Uspulum,
ð  diintroduksi dalam 1915 oleh Bayer,
ð  diikuti oleh Ceresan  dari ICI (1929)
ð  diikuti Agrosan G, juga dari ICI (1933)

r  Produk-produk merkuri, tembaga dan timah
Ø  Populer dan menyebar luas
Ø  Bayer, ICI berkembang menjadi perusahaan-perusahaan utama dalam industri agrokimia dari akhir 1850-an
Ø  produk-produk berbasis merkuri dilarang dalam 1970-1980-an karena mencemari tanah

q  FUNGISIDA NON-SISTEMIK
ð  tidak dapat mengendalikan patogen-patogen yang sudah mapan di dalam jaringan tanaman
ð  aplikasi harus sebelum kolonisasi patogen
ð  Patogen berkembang pada jaringan baru yang terbebas dari deposit fungisida
ð  Aplikasi harus berkali-kali
۞   Namun FS-NS cara kerjanya non-spesifik
۞   masih handal dalam pengendalian patogen minor 
۞   untuk mengatasi resistansi patogen terhadap FS-  sistemik

Berkembangnya FS sistemik
ð  Sebelum dikembangkannya FS-S akhir 1960-an, semua senyawa FS bersifat protektan non-sistemik
ð  Fungisida sistemik (FS-S) telah merebut pasar FS non-sistemik (FS-NS)
FS-S, pada daun dapat mengendalikan penyakit dengan membunuh miselium cendawan tepung atau lebih umum melalui pencegahan germinasi spora

q  Sifat-sifat FS-S
Ø  Tingkat dan durasi pengendaliannya lebih baik
Ø   Lebih fleksibel dalam penggunaannya
Ø  Namun gagal memberikan hasil pengendalian penyakit secara sempurna
Ø  Karena itu, penelitian  terus berlangsung untuk
ð  mendapatkan produk yang lebih efektif
ð  mendapatkan teknologi pengendalian yang lebih baik

r  Persyaratan penting yang diperlukan
ð  Aman terhadap
Ø  pekerja pabrik
Ø  pengguna
Ø  konsumer tanaman yang diaplikasi
Ø  harus dijamin tidak mencemari lingkungan
Ø  Selain itu, fungisida harus memiliki sifat-sifat seperti dalam Tabel 1.3.

Sifat
Keananan
    
    
    
Keragaan
    
    
    
    
    
Penggunaan
    
    
    
Biaya

Tipe produk yang diharapkan
Aman bagi pengguna
Diterima lingkungan
Aman terhadap konsemer produk yang diaplikasi
    
Memiliki spektrum pengendalian yang luas
Memiliki periode pengendalian yang cukup lama
Meningkatkan kepercayaan
Memiliki aktivitas anti resistan
Memperbaiki keamanan tanaman
    
Kompatibel dengan produk lainnya
Mudah dibuat formulasi
Aman diaplikasikan
    
Biaya tiap perlakuan murah karena hal sebagai berikut :
X  Harga fungisida lebih murah
X  Tingkat (dosis) penggunaan yang rendah
X  Sedikit perlakuan tiap musimBiaya aplikasi lebih
X  murah



Eksplorasi Fungisida
Performa dan Cara Kerja Fungisida

EKSPLORASI FUNGISIDA

r  Target Eksplorasi Fungisida
Ø  didasarkan pada nilai ekonominya bukan oleh sifat biologinya semata
Ø  FS ditargetkan untuk penyakit-penyakit
ð  penting secara ekonomi
ð  komoditas tanaman komersial yang ditanam dalam skala luas
q  Pentingnya patogen sebagai target tergantung pada :
Ø  Frekuensi penyakit
Ø  Beratnya penyakit
Ø  Nilai kerugian secara ekonomis
Ø  Resiko komersial
    rencana pengembangan tiap produk FS harus memperhitungkan bahwa FS itu dapat mencapai level penjualan yang dapat mengembalikan modal investasi

Biaya eksplorasi fungisida
۞   Rataan biaya industri pengembangan satu pestisida sintetik sekitar $ 200 juta,
۞   Perlu waktu sekitar 8 tahun sebelum produk lengkap (siap dipasarkan)
۞   Satu produk perdagangan dihasilkan dari sekitar 40 000 senyawa yang diseleksi (disekrining)

Biaya lain-lain
Duapertiga dari total biaya untuk
Ø  biaya percobaan efikasi
Ø  pengujian toksikologi dan
Ø  keamanan terhadap lingkungan setara dengan  $ 80 juta dalam 1976
   Untuk memenuhi keperluan-keperluan regulasi ?

Skrining Fungisida
ð  Merupakan suatu seri tahapan pengujian kandidat FS
§  Cara kerja (mode of action)
§  Tingkat dosis (konsentrasi) aplikasi yang efektif
§  Spektrum penggunaan terhadap patogen sasaran
§  Fitotoksisitas
§  redistribusi dalam tanaman
§  Keamanan terhadap organisme bukan sasaran
§  Dampak negatif lainnya (lingkungan, konsumen, pengguna)


Performa dan Cara Kerja Fungisida
         PERFORMA  FUNGISIDA
Klasifikasi Fungisida
Menurut
°  Cara kerja (mode of action) biokimianya
°  Spektrum pengendaliannya terhadap penyakit
°  protektan, kuratif atau eradikan,
°  Mobilitasnya dalam tanaman
ð  Fungisida non-sistemik
ð  Fungisida sistemik
°  Aktivitas-ktivitas kuratif dan eradikan merupakan karakter hampir semua fungisida sistemik
°  Protektan sistemik merupakan suatu fenomena yang tidak umum

Cara Kerja (Mode Of Action) Biokimianya

Gangguan Umum Pada Fungsi Sel
r  Fungisida non-sistemik
ð  berperan dalam pembentukan lapisan protektan sebagai barier terhadap infeksi,
ð  mempunyai spektrum yang sangat luas,
ð  bila masuk ke dalam jaringan tanaman memungkinkan tarjadinya fitotoksik
ð  FS anorganik :
ð  Belerang,
ð  Tembaga, Merkuri, Timah
ð  FS organik sintetis :
ð  ditiokarbamat, ftalimid, sulfamid, triazin, klorofenil, quinon, nitroparafin

Gangguan Fungsi Membran Sel
q  Inhibitor Biosintesis Sterol
q  Inhibitor demetilasi-C14
q  Inhibitor Biosintesis Gliserofosfolipid

Inhibitor Biosintesis Sterol
°  sangat efektif sebagai agens pengendali penyakit tanaman
°  bersifat sistemik, sebagai
ð  protektan, curativ dan eradikan
°  Sterol adalah pemeliharaan integritas membran sel cendawan
ð  reduksi dalam ketersediaan ergosterol  (sterol) mengakibatkan kekacauan dalam membran dan kebocoran elektrolit
°  sintetis ergosterol merupakan sifat sebagian besar cendawan (Ascomycetes, Deuteromycetes dan Basidiomycetes)
°  Tidak terdapat pada Phycomycetes (Oomycetes)
°  Oomycetes mencukupi kebutuhan sterolnya langsung dari inangnya
°  Perbedaan ini menyebabkan
ð  Inhibitor biosintesis sterol
°  tidak dapat digunakan untuk pengendalian cendawan Phycomycetes (Oomycetes) :
°  P. viticola,
°  Pythium spp. dan
°  P. infestans.
°  tidak dapat digunakan untuk menghambat perkecambahan spora,
°  karena sterol sudah terdapat sebagai produk simpanan dalam spora dan
°  perkecambahan dapat berjalan tanpa proses biosintesis sterol

Inhibitor demetilasi-C14
r  Kekuatan komersial inhibitor-inhibitor dimetilasi C14 (DMI) timbul dari spektrum aktivitas dan penggunaannya yang sangat luas, dengan penggunaan terhadap berbagai jenis patogen TIDAK termasuk anggauta Phycomycetes
r  Fungisida DMI
ð  1,2,4-triazol
ð  Imidazol
ð  Pirimidinilbenzhidrol

Fungisida DMI (lanjutan)
*      Siprokonazol, untuk cendawan tepung
*      Imazalil, digunakan untuk
ð  cereal, buah-buahan, sayuran dan tanaman hias terhadap Fusarium, Helminthosporium  dan Septoria
ð  Juga untuk perlakuan pascapanen pada jeruk dan pisang
*      Prokloraz, untuk
ð  Pseudocercosporella herpotrichoides,
ð  Septoris spp., Fusarium, Alternaria, Botrytis, Cercospora, Erysiphe, Colletotrichum dan Pirycularia
ð  Juga untuk perlakuan pascapanen pada buah

Penghambatan Biosintesis Gliserofosfolipid
۞   Gliserofosfolipid
Ø  senyawa esensial pada fungsi membran sel,
Ø  menyediakan suatu barier permeabilitas terhadap
ð  pergerakan ion-ion,
ð  molekul-molekul makro dan
ð  suatu matrik cair
Ø  untuk aktivitas protein-protein yang berasosiasi dengan membran,
Ø  Senyawa-senyawa tersebut terdapat dalam semua organisme eukayota,
Ø  tetapi sedikit fungisida tanaman komersial yang spesifik menghambat biosintesis senyawa-senyawa tersebut

r  Fungisida-fungisida Inhibitor Biosintesis Gliserofosfolipid :
Ø  Iprobenfos
Ø  Edifenfos
Ø  Isoprotiolan
Ø  Validamisin A :
ð  Produk sekunder hasil fermentasi  Streptomyces hygroscopicus var limoneus

Pengaruh Pada Fungsi Dinding Sel (lanjutan)
Penghambatan biositesis melanin
۞   Sintesis melanin penting dalam patogenisitas cendawan   
۞   Melanizasi dinding-dinding apresorium esensial dalam
ð  perkembangan infeksi hifa dan penetrasi pada epidermis inang
ð  Mutan P. grisea yang tidak mengandung melanin tidak patogenik.  
۞   Penemuan trisiklazole mengawali pengembangan senyawa-senyawa lain seperti, piroquilon dan klobentiazone)
۞   Efektif terhadap
ð  Ascomycetes  dan  Deutermycites berpigmen
ð  Penghambatan senyawa-senyawa tersebut terhadap sintesis melanin memberikan pengendalian yang sangat baik terhadap P. grisea pada padi

Pengaruh Pada Fungsi Dinding Sel
q  Inhibitor biosintesis kitin
q  Inhibitor biositesis melanin

Inhibitor biosintesis kitin
۞   Kitin
ð  komponen dinding sel beberapa cendawan
ð  equivalen dengan selulosa dalam tumbuhan
ð  terdapat dalam cendawan Ascomycetes dan  Basidiomycetes
ð  tetapi tidak terdapat dalam Phycomycetes yang selulosa sebagai unsur utama dinding selnya
ð  tidak aktif terhadap Plasmopara, Phytophthora atau Pythium

q  Fungisida dengan cara kerja ini :
Polioksin
Ø  Sangat mirip dengan produk sekunder Sterptomyces cacaoi var. asoensis
Ø  Untuk pengendalian
ð  R. solani (hawar seludang pada padi)
ð  C. miyabeanus (bercak daun pada padi)
ð  Alternaria kikuchianna (bercak hitam pada pir)

Penghambatan Sintesis Protein
q  Blastisidin S, diisolasi dari produk fermentasi biakan Streptomyces griseochromagens,
q  selektif terhadap P. grisea dengan aktivitas sistemik moderat
q  Blastisidin S berinteraksi dengan subunit ribosomal
q  menghalangi tempat ikatan untuk molekul-molekul aminoasil-tRNA yang baru masuk,
q  mencegah pemanjangan rantaian protein.

Penghambatan Respirasi
q  Gangguan pada fosforilasi oksidatif
q  Penghambatan kompleks II

Penghambatan Respirasi
Gangguan pada fosforilasi oksidatif
*      Senyawa-senyawa yang melepaskan fosforilasi oksidatif memungkinkan transport elektron diteruskan dengan pengambilan oksigen secara maksimum tetapi tanpa produksi ATP
*      Sejumlah produk yang mengeksploitir cara kerja ini telah tersedia
*      Secara khas, senyawa-senyawa ini memiliki spektrum aktivitas yang luas yang menjangkau bidang-bidang utama dari penggunaan pestisida

Fungisida yang bekerja pada fosforilasi oksidatif
۞   Dinokap, untuk cendawan tepung
۞   Binapikril, protektan lebih efektif dari dinokap
۞   Draksolon,
ð  untuk perlakuan tanah terhadap Pythium, Fusarium
ð  Perlakuan tajuk terhadap cendawan tepung
۞   Fentin, untuk tanaman kentang, bit gula, kopi, padi, dan sayuran, terhadap
ð  P. infestans, Alternaria spp. Helminthosporium spp., C. beticola, Ramularis spp., G. cingulata dan P. grisea
  
Penghambatan kompleks II
*      Suksinat dehidrogenase
ð  muncul dalam rantaian respirasi
ð  sebagai bagian dari kompleks suksinat dehdrogenase, atau kompleks II.
*      Kompleks ini mengandung protein besi-sulfur yang berperan dalam transfer elektron dari flavin adenin dinukleotida tereduksi (FAD) ke coenzim Q   
*      Inhibitor-inhibitor suksinat dehidrogenase merupakan fungisida spesifik terhadap basidiomycetes, termasuk manjur terhadap Rhizoctonia, tingkat seksual dari Corticium

۞   Fungisida yang ganggu compleks II
°  Karboksamid,
*      untuk perlakuan benih pada
*      cereal, jagung, kapas, oilseed rape dan legum, terhadap
ð  Helminthosporium spp.
ð  Rhizoctonia spp
ð  Ustilago spp.
ð  Sphaerotheca reilana
ð  Tilletia caries

Gangguan Nonspesifik Pada Integritas Membran Sel

Gangguan Nonspesifik Pada Integritas Membran Sel
Guadinin
*      berpengaruh non-spesifik pada membran melalui suatu daya kerja detergen bagian lipofilik dari molekulnya
*      berinteraksi dengan lipid moieti membran,
*      bagian polar bereaksi dengan kelompok fosfolipid dalam fase encer mengakibatkan
ð  perubahan-perubahan permeabilitas,
ð  gangguan pengambilan nutrisi,
ð  perubahan komposisi membran dan
ð  pengham-batan respirasi

Gangguan Proses-proses Nukleus (lanjutan)
Inhibitor sintesis RNA
r  Fungisida dengan cara kerja ini :
Ø  Senyawa-senyawa Fenilamid meliputi
ð  asilalanin,
ð  butirolakton dan
ð  satu anggauta oksazolidinon
Ø  mempunyai aktivitas spesifik terhadap Oomycetes
Ø  Basis spesifitasnya sampai saat ini belum diketahui

Tubulin
q  Membentuk bagian esensial sitoskeleton
q  Aktif dalam pembentukan spindel dan segregasi kromosom dalam pembelahan sel 
ó Benzimidazol mengganggu mitosis selama pembelahan sel pada metafase

ó Spindel mitotik mengalami distorsi dan inti keturunannya gagal memisah, menghasilkan kematian sel
ó karena afinitas yang tinggi bezimmidazol terhadap protein-protein tubulin pada cendawan yang sensitif

Penghambatan Biosintesis Poliamin
°  Pada cendawan, biosintesis poliamin terbatas oleh enzim ornitin dekarboksilase,
°  hambatannya dianggap menjadi suatu sasaran potensial untuk fungisida selektif baru
°  Agens-agens berhubungan dengan farmasi yang ada diketahui memiliki aktivitas fungisidal yang baik
°  perhatian langsung ditujukan pada penggunaan senyawa-senyawa analog dengan poliamin seperti
ð  putrescin, spermidin dan spermin dalam gangguannya terhadap pertumbuhan dan perkembangan cendawan.

Cara Kerja Yang Tidak Teridentifikasi
Anilinopirimidin
q  Mepanipirim, pirimetanil dan siprodanil, juga diketahui sebagai pirimidinamin merupakan fungisida berspektrum luas dan memiliki penggunaan potensial pada berbagai varietas tanaman
q  Mepanipirim dan pirimetanil aktif terhadap B. cinerea pada tanaman anggur dan buah-buahan lainnya serta terhadap V. Inaequalis pada apel
q  Siprodanil memiliki aktivitas tambahan terhadap P. herpotrichoides, E. graminis, P. teres, R. solani, Helminthosporium graminearum dan S. nodorum, pada cereal


PERTEMUAN – III
q   Cara Aplikasi Fungisida
Cara Aplikasi
²  Perlakuan pratanam
²  Perlakuan di lapangan (pascatanama)
²  Perlakuan pascapanen

Perlakuan pratanam
q  Beberapa jenis patogen terpencar melalui bahan biakan tanaman
q  biji,
q  tunas
q  umbi,
q  Batang (stek)
Terdapat banyak cara (kimia)untuk mengatasi masalah ini

q  Perlakuan bahan biakan tanaman
q  Perlakuan benih (biji)
q  Perlakuan umbi dan tunas
q  Perlakuan akar
q  Perlakuan batang (stek)
q  Perlakuan tanah
q  Senyawa Fumigan (fumigasi)
q  Senyawa Non-volatil
q  Perlakuan melalui air irigasi

q  Perlakuan bahan biakan tanaman
q  Perlakuan benih (biji, umbi dan tunas, batang (stek))
±  Fumigasi
±  Dusting
±  Pembasahan (penyemprotan)
±  Perendaman
±  Pasta (pelumuran)
q  Perlakuan akar bibit
±  Perendaman atau pencelupan (paling umum)
q  Perlakuan tanah

Keuntungan teknik perlakuan bahan biakan tanaman (seed treatment)
ð  Lebih efektif
ð  Lebih praktis
ð  Lebih aman
ð  Lebih efisien dan murah
dibandingkan dengan
perlakuan pasca tanam

Contoh perlakuan bahan biakan tanaman
Aplikasi pada Benih
q  Bronopol direkomendasikan sebagai bahan perlakuan benih secara kering
ð  1 kg 12% formulasi debu (dust) dicampur dengan 150 kg biji kapas untuk memupuri benih sebelum ditebar
ð  Efektif untuk pengendalian hawar bakteri X. campestris

Perlakuan dengan pasta (pelumuran)
ð  Bisa menggunakan formulasi pasta atau
ð  Formulasi WP dibuat pasta
Kemudian dilumurkan pada
benih (dicampur dan diaduk);
Benih tebungkus oleh pasta

Aplikasi pratanam
pada tanah

Fumigasi tanah
q  Cara aplikasi campuran D-D
ð  diinjeksikan ke dalam tanah sebagai perlakuan pratanam dalam kisaran dosis 200 – 1000 l/hektrar,
ð  Kemudian ditutup sit (tarping) atau
ð  Rolling (emadatan) tanah, atau
ð  Aplikasi terpilih
ð  terbukti sebagai bahan kimia yang efektif untuk pengendalian berbagai jenis nematoda parasit tumbuhan.

         Dampak negatif DD
q  bakteri pengoksidasi amonia menjadi nitrat dapat tereduksi, mengakibatkan
ð  Penghambatan proses nitrifikasi terjadi hanya sementara
ð  setelah fumigasi dengan D-D tingkat konsentrasi amonia (NH4) meningkat
ð  sehingga nitrogen dalam bentuk nitrat harus ditambahkan ke dalam tanah yang mengandung banyak bahan organik setelah fumigasi  
ð  kecuali bila diaplikasikan pada tanaman kapas, tebu atau nenas yang toleran terhadap amonia

q  D-D dijual dalam berbagai merek dagang, yaitu :
q  Vidden D,
q  Nemafume dan
q  Nematox

Perlakuan Fumigasi dengan Dazomet
q  Sebagai insektisida, nematisida, fungisida, bakterisida dan herbisida (formulasi : GR, DP, WP)
q  Ditaburkan pada permukaan tanah kemudian diaduk sampai pada kedalaman lapisan olah
q  Disiram
q  Ditutup sit atau pemadatan tanah
q  Inkubasi + 2 minggu
q  Sangat fitotoksik
Terhidrolisis menjadi  karbon disulfid,
formaldehide, metilamin

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUH EFIKASI NEMATISIDA
FUMIGAN
q  Porositas
q  Kelengasan
q  Suhu
q  Dosis Efektif
q  Cara Kerja

Perlakuan di lapangan (pascatanam)
Perlakuan pascatanam
q  Perlakuan pada daerah perakaran :
q  Penaburan (butiran, WP, dust)
q  Penyiraman enceran (WP, EC, SC, WDG, WG)
q  Perlakuan pada tajuk
q  Penyemprotan
q  Dusting
q  Perlakuan pada batang
q  Pengolesan/pengecatan
q  Luka sadap; luka pangkasan; luka lainnya
q  Takikan
q  Infus/injeksi

Perlakuan pada daerah perakaran :
q  Penaburan (butiran, WP, dust)
q  Persyaratan utama harus tidak fitotoksik
q  Umun dilakukan dalam pengendalian nematoda dan patogen tular tanah lainnya
ð  Biasanya dalam formulasi G
ð  Dapat juga dalam formulasi yang lain tapi mahal
q  Penyiraman enceran (WP, EC, SC, WDG, WG)

Aplikasi penaburan
di daerah perakaran

Aplikasi pada Daun
Aplikasi untuk petakan pembibitan terhadap penyakit hawar bakteri
±  30 – 40 liter dengan enceran 2000-kali 10% phenazine monookside dalam formulasi WP per 0.1 ha
±  Aplikasi untuk padi di lapangan terhadap
±  120 – 150 liter enceran 500 – 1000 kali 10% phenazine mono-okside dalam formulasi WP per 0.1 ha dengan penyemprotan 2-3 kali pada waktu bunting hingga sebelum keluarnya malai
±  Batas waktu aplikasi adalah 45 hari sebelum panen
±  Jumlah aplikasi dibatasi 3 kali
±  Duapuluh persen dalam formulasi WP tersedia untuk aplikasi melalui udara dengan helikopter

Injeksi pada batang
pengeboran
Injeksi formulasi larutan
Penutupan lubang injeksi

Aplikasi Tanah atau
Air Irigasi (sebagai contoh)
q  Untuk petakan pembibitan terhadap bakteri hawar daun
ð  20-30 g 8% probenazol granuler per sekitar 5 l tanah dalam 30 x 60 x 3 cm3 kotak pembibitan
ð  diaplikasikan secara merata di atas bibit padi 1-3 hari sebelum transplantasi
q  Pada padi di lapangan terhadap bakteri hawar daun
ð  3-4 kg 8% probenazol granuler per 0.1 ha diaplikasikan dengan aplikator granuler ke dalam sistem pengairan
ð  Pada saat setelah pencabutan bibit dan 4 minggu sebelum malai terbentuk



BAKTERISIDA
SENYAWA EFEKTIF TERHADAP BAKTERI
q  Bakterisida Sintetik (BSSt)
q  Bakterisida Anorganik Tradisionil
q  Antibiotik (AB)

Bakterisida Sintetik (BSSt)
q  Penyakit oleh bakteri:
ð  relatif tidak dapat disembuhkan dengan BSSt kemoterapetan yang digunakan dalam praktik proteksi tanaman secara kimiawi

CONTOH BAKTERISIDA SINTETIK
²  2-Bromo-2-nitropropanol-1,3-diol (bronopol, Bronocol”)
²  Nickel dimethyldithiocarbamate (Sankel”)
²  Phenazine mono-oxide (Phenazin”)
²  3-allylkoxy-1,2-benzisothiazol 1,1-dioxide (probenazole, Oryzemate”)
²  2-(2,3-dichlotophenyl)-aminocarboxyl-3,4,5,6-tetrachlorobenzoic acid (teeloftalam, Shirahagen)

Bakterisida Anorganik Tradisionil
q  (Cu (OH)2).CaSO4 (Bordeaux mixture dan sejenisnya)
q  Campuran basic Copper Chloride Kasugamycin (Kasugamycin”-Bordeaux)

Antibiotik (AB)
±  Senyawa kimia yang diproduksi oleh suatu mikro-organisme
±  dalam jumlah sangat kecil dapat menghambat pertumbuhan atau membunuh organisme yang lain

Kelemahan AB dalam pengendalian bakteri
²  tidak seefektif  bahan kimia terhadap cendawan
²  tidak memiliki persistensi yang cukup tinggi
²  bila diaplikasikan sebagai agens protektif
ð  konsentrasi efektif harus dipertahankan selama jaringan tanaman rentan terhadap bakteri
ð  diperlukan aplikasi berulang-ulang dalam inter-val waktu yang pendek
²  Fitotoksik
²  Ketepatan waktu aplikasi merupakan hal yang kritis

Waktu aplikasi biasanya didasarkan atas
²  Monitoring atau prediksi keberadaan patogen pada jaringan yang rentan
²  Kepekaan musiman tanaman inang
²  Konidisi cuaca yang sesuai untuk terjadinya infeksi
²  Informasi tentang biologi & epidemiologi penyakit

Tipe aplikasi antibiotik
q  Penyemprotan pada tanaman
q  Injeksi pada tanaman berkayu
ð  infus berdasarkan gravitasi
ð  injeksi bertekanan
q  Perlakuan benih
Perlakuan pada air irigasi

Penyemprotan pada tanaman
Yang paling umum digunakan adalah :
q  Streptomisin sulfat, oksitetrasiklin dan kasugamisin
q  Aplikasi  
²  Sebagai suspensi WP
²  Streptomisisin umumnya 50-100 g/ml atau 1.7-3.4 kg per ha
²  Harus melapisi seluruh permukaan tanaman
ð  Perlu volume semprot tinggi 560 – 3400 l per ha tergantung ukuran pohon (tanaman)
²  Aplikasi seyogyanya dilakukan pada periode tidak berangin

Injeksi antibiotik pada tanaman berkayu
q  Yang paling umum digunakan dalam cara ini :
q  Oksitetrasiklin-HCl
q  Aplikasi dilakukan satu kali dalam satu tahun setelah panen, tetapi sebelum daun gugur

Terdapat dua metode umum untuk memasukkan tetrasiklin ke dalam tanaman berkayu
q  Metode pertama
q  infus berdasarkan gravitasi yang dikembangkan oleh Nylan dan Moller (1973)
ð  dibuat lubang sedalam 4 cm ; diameter 0.5 cm dengan menggunakan bor pada batang di bawah cabang utama
ð  2 - 8 lubang tiap tanaman tergantung ukuran pohon
ð  Pipa plastik kones dimasukkan ke dalam lubang, sebagai adaptor memasukkan cairan dari selang infus ke dalam pohon 
ð  1- 4 liter larutan antibiotik dalam konsentrasi 50-200 g/ml akan berdifusi ke dalam pohon dalam waktu 2-7 hari

Keefektifan infus grafitasi
ð  Keefektifan tergantung pada transpirasi air secara aktif dalam tanaman
ð  infus harus dilakukan pada periode sebelum daun gugur (menua)
ð  cara ini paling efektif untuk memasukkan tetrasiklin ke dalam pohon peach (Rosen-berger dan Jones1977)
ð  Dapat dengan volume lebih rendah tentunya dengan konsentrasi antibiotik yang lebih tinggi, tetapi berisiko meningkatkan fitoto-ksisitas pada batang atau daun

Metode kedua  (Cara injeksi bertekanan )
q  Lubang (dengan bor) dipasak dengan “jarum” injeksi”
ð  larutan antibiotik ditekan dengan injektor tekanan hidrolik sebesar 2.5 – 14.0 kg/cm2
ð  waktu lebih singkat dibandingkan metode infus gravitasi
ð  masalah metode ini, sejumlah larutan keluar sebagai bocoran melalui luka yang terdapat pada pohon
ð  Dosis akan sangat tergantung pada ukuran pohon

q  Rosenberger dan Jones (1977)
ó 1.25 g oksitetrasiklin–HCl menghasilkan remisi gejala penyakit-X pada tanaman peach dengan diameter batang 17 cm
ó  Dengan dosis 2.5 g oksitetrasiklin–HCl pada batang berukuran 9 cm tidak menyebabkan gangguan pada tanaman
ó Di negara bagian New York, USA, 0.4-1.25 g bahan aktif tiap pohon direkomendasikan untuk perlakuan tarhadap penyakit-X pada tanaman peach
ó pohon yang bediameter 7.5 cm atau kurang direkomendasikan tidak diberi perlakuan dengan injeksi karena batangnya akan mengalami kerusakan

Perlakuan benih
dengan perendaman

Perlakuan benih
q  Antibiotik fitotoksik
²  Membatasi penggunannya pada benih
²  Perlakuan benih dalam bentuk debu (dust) tidak efektif
²  Taylor dan Dye (1976), pelumuran 2.5 g streptomisin per kg benih efektif dalam pengendalian
ð  penyakit halo blight pada buncis dan
ð  hawar bakteri pada pea

q  Perendaman benih dalam 0.5 % larutan strepto-misin selama 2 jam
ó efektif untuk mengeliminasi bakteri
ó biasanya fitotoksik
ó fitotoksik direduksi melalui pembilasan benih dengan 0.5 % (w/v) NaOCl setelah perlakuan antibiotik (Humaydan et al. 1980)  
ó Benih mengalami gangguan ketika ditumbuhkan pada kondisi intensitas cahaya tinggi (Harman et al 1986)

Perlakuan dengan pasta (pelumuran)
ð  Bisa menggunakan formulasi pasta atau
ð  Formulasi WP dibuat pasta
Kemudian dilumurkan pada
benih (dicampur dan diaduk);
Benih tebungkus oleh pasta

Faktor pembatas penggunaan antibiotik dalam pengendalian bakteri patogen
q  Faktor pembatas utama
ð  Resistansi fitobakteri terhadap antibiotik
q  Cara penanggulangan resistansi
ð  antibiotik seyogyanya tidak digunakan sebagai cara tunggal
ð  Pendekatan PHT dengan berbagai kom-ponen pengendalian, seperti
²  sanitasi,
²  tanaman resistan dan
²  penggunaan bahan kimia tipe lain

Sebagai contoh
Beer 1978 :
q  pada tanaman pir dan apel pada awal musim untuk mereduksi inokulum primer
ð  Penyemprotan campuran Bordeaux
ð  dikombi-nasikan dengan antibiotik selama periode pembungaan sangat efektif dalam pengendalian penyakit fire blight

q  Kemampuan eradikan antibiotik sangat terbatas
Konsel dan Cornils 1978
q  Streptomisin tidak mampu mencegah per-kembangan penyakit fire bliht bila
ð  jumlah sel Erwinia amylovora yang menginfiltrasi tunas Cotoneaster  melebihi 103 sel
ð  bakteri sudah dalam suatu stadium pertumbuhan eksponensial sebelum aplikasi streptomisin

Aplikasi antibiotik pada permukaan tanaman
q  bersifat sistemik hanya secara lokal
q  tidak dapat diharapkan sebagai pengeradikasi bakteri yang telah mapan secara sistemik, seperti
q  Pseudomonas solanacearum
q  Agrobacterium tumefaciens
q  Sedikit antibiotik yang tersedia dalam pengendalian penyakit tanaman secara komersial

METODE APLIKASI BAKTERISIDA
±  Aplikasi pada Benih
±  Aplikasi pada Daun
±  Injeksi pada batang
±  Aplikasi Air Irigasi atau Tanah


NEMATISIDA

MENGINGAT KEMBALI :
HABITAT NEMATODA
q  Hampir semua nematoda parasit tumbuhan

ð  melaksanankan siklus hidupnya di dalam tanah,  
ð  untuk mendapatkan hasil efektif
ð  pengendalian harus dilakukan di dalam tanah
ð  dengan desinfestasi tanah

PENGGUNAAN NEMATISIDA
q  bila cara pengendalian lainnya,
ð  seperti pemanasan dengan uap air,
ð  terlalu mahal atau
ð  terlalu sulit dilakukan, atau
ð  metode seperti rotasi dan varietas tanaman tidak cukup efektif

Pengendalian kimia thd fitonematoda
q  sangat berguna untuk tanaman bernilai tinggi seperti kebanyakan komoditas hortikultura dan
q  sangat esensial dalam menghasilkan produk bebas nematoda untuk
ð  keperluan ekspor
ð  bahan propagasi tanaman bebas nematoda

TIPE NEMATISIDA
q  Fumigan
ð  Nematisida sejati
ð  Fumigan multiguna
q  Senyawa Non-volatil
ð  Carbamate
ð  Organophsphates

Fumigan:
n
ematisida sejati
Nematisida sejati
±  pada tingkat dosis/konsentrasi aplikasi tidak bersifat general biosida
ð  1,3-dikhloropropane dan 1,2 dikhloropropene (D-D)
ð  1,3-dikhloropropane (1,3-D)
ð  Etilen dibromid (EDB)
ð  1,2-dibromo-3-chloropropene (DBCP)

Fumigan multiguna
Fumigan multiguna :
²  biosida yang dapat digunakan bukan hanya untuk pengendalian nematoda
²  juga untuk penyakit-pemyakit tular tanah lainnya dan gulma, seperti
²  Metil bromid
²  Kloropikrin
²  Metil isotianat (MIT)

Senyawa Non-volatil
q  Organophsphates
²   Fenamiphos
²   Ethoprophos
²   Isazophos
q  Carbamate
²  Aldicarb
²  Oxamyl
²  Carbofuran

Nematisida komersial digolongkan
dalam empat kelompok :
q  Hidrokarbon alifatik berhalogen
q  Senyawa-senyawa prekursor methyl isothio-sianate
q  Fosfat organik (organophosphates)
q  Oksim-karbamat (oxme-carbamates)

Kelompok Hidrokarbon alifatik berhalogen
ð  metil bromomid,
ð  etilen dibromid (EDB),
ð  campuran 1,3-dichloropropene (telone II),
ð  1,2-dibromo-3-chloropropane (DBCP) dan
ð  kloropikrin

Kelompok senyawa-senyawa prekursor
methyl isothiosianate
²  dazomet 
²  metam sodium
²  campuran metil isotianat,
²  kloropikrin dapat juga dalam campuran

Kelompok fosfat organik (organophosphates)
ð  fenamifos,
ð  etoprofos,
ð  tionazin.

Kelompok oksim-karbamat (oxme-carbamates)
ð  aldikarb,
ð  oksamil dan
ð  metil karbamat lainnya (karbofuran)

Nematisida Yang Tersedia Di Pasar
Chemical name
Trade name
Formulation
Methyl bromide
Dowfume
Gas
1,3-Dichloropropene
Telone
Liquid
Dichloropropane-dicholopropene
D-D
Liquid
Ethylene dibromide*
Dowfume W-85
Liquid
Dibromochloropropanet
Nemagon
Emulsifiable and nonemulsifiable liquid
Metham sodium
Vapam
Liquid
Dazomet
Basamid
Dust (prill)
Methyl isothiocyanate
Di-Trapex
Liquid
Chloropicrin
Larvacide
Liquid


Organophosphates
Chemical name
Trade name
Formulation
Thionazin
Nemafos
Granular or emulsifiable liquid
Ethoprophos
Mocap
Granular or emulsifiable liquid
Fenamiphos
Nemacur
Granular or emulsifiable liquid
Fensulfothion
Dasanit
Granular
Terbufos
Counter
Granular
Isazophos
Miral
Granular

Carbamates
Chemical name
Trade name
Formulation
Aldicarb
Temix
Granular
Aldoxycarb
Standak
Flowable
Oxamyl
Vydate
Granular or emulsifiable liquid
Carbofuran
Furadan/curaterr
Granular or flowable
Cloethocarb
Lance
Granular

Tidak ada komentar:

Posting Komentar