PENDAHULUAN
Pascapanen
Semua proses penanganan dan pengolahan
yang terjadi pada suatu produk pertanian sejak produk tersebut dipanen sampai
dikonsumsi atau digunakan untuk tujuan akhir yang lain; spt. untuk benih,
obat-obatan, bahan baku industri non-pangan, dll.
Pascapanen produk pertanian:
Processing primer (bahan mentah bahan baku)
Processing sekunder (bahan baku bahan jadi)
Hama Pascapanen
Semua jenis hewan yang bepotensi
menimbulkan kerugian ekonomi pada komoditas pertanian pada tahapan pascapanen
SISTEM PASCAPANEN
Panen
Perontokan
Penanganan
Pengeringan
Penggilingan
Transportasi
Penyimpanan
Pengolahan
Praktek pascapanen padi di Indonesia
Tahap Pascapanen
|
Praktek
|
Sebaiknya
|
Perontokan
|
Dibanting/diinjak (80%)
|
Power tresher (20%)
|
Pengeringan
|
Lantai jemur (90%)
|
Dryer (10%)
|
Penggilingan
|
Huller/Rice milling unit (rendemen
63.2%)
|
Penggilingan padi besar (PPB)
(rendemen >63.2%)
|
Peningkatan rendemen 1% dapat menambah
pasokan beras nasional sebesar 0.5 juta ton
Proses Pengolahan Benih
Panen
Penerimaan
Pra-pengolahan
Penyimpanan sementara
Pembersihan
Pemilahan
Seed trearment
Pengepakan
Penyimpanan
Penjualan
Penanaman
Komoditas Pascapanen
·
Perishable (sayur-sayuran,
buah-buahan, dll.)
Produk pertanian yang tidak tahan simpan
kecuali dengan perlakuan khusus seperti suhu rendah dan atau kombinasinya
dengan “controlled atmosphere”
·
Durable (Bebijian: serealia,
kacang-kacangan, dll.)
Produk pertanian yang secara umum
dianggap dapat disimpan dalam kondisi kering untuk kurun waktu tertentu tanpa
mengalami kerusakan karena faktor intrinsik
Perbandingan Karakteristik antara
Komoditas Durables dan Perishables
Durables
1.
Kadar air 10 – 20%
2.
Laju respirasi sangat rendah
3.
Ukuran unit kecil, biasanya
kurang dari 1 gram
4.
Sifat fisik relatif stabil
sehingga lebih tahan disimpan
5.
Teksturnya keras, tidak mudah
rusak
6.
Susut disebabkan oleh faktor
luar, terutama serangga, jamur, dan rodent
Perishables
1.
Kadar air 50 – 90%
2.
Laju respirasi tinggi sampai
sangat tinggi
3.
Ukuran unit besar, biasanya 5 g
sampai 3 kg, atau bahkan lebih besar
4.
Daya tahan simpan hanya
beberapa hari
5.
Teksturnya lunak sehingga mudah
rusak
6.
Susut disebabkan oleh faktor
dalam, terutama karena tingginya laju respirasi
Penyimpanan:
Kegiatan menyimpan atau menjaga sesuatu
secara aman di suatu tempat tertentu untuk kurun waktu tertentu
Sistem Penyimpanan
Penyimpanan Tradisional
a.
Untuk keperluan jangka pendek
b.
Untuk keperluan jangka panjang
Penyimpanan Modern
a.
Sistem tumpuk/stapel
b.
Sistem curah
Salah satu contoh tempat penyimpanan
dengan sistem curah: silo
Jenis Kerusakan akibat Serangan Hama
Pascapanen
Kerusakan Langsung
a.
Konsumsi oleh serangga
b.
Kontaminasi bahan simpan
Kerusakan Tidak Langsung
a.
Heating dan terjadinya proses
pembusukan atau biji berkecambah
b.
Penyebaran mikroorganisme
c.
Resistensi konsumen terhadap
bahan simpan terkontaminasi
Tipe-tipe Susut Pascapanen:
1.
Susut jumlah (quantitative
loss)
2.
Susut mutu (qualitative loss)
3.
Susut nilai gizi (nutritional
loss)
4.
Susut perkecambahan biji
(seed-germination loss)
Susut pascapanen:
Cotton, 1963: Negara maju 5-10%
Negara
berkembang 10-54%
FAO 1978: 10-30%
Haines, 1980: 10% di Indonesia
Susut Pascapanen di Berbagai Kawasan
Dunia
Negara/Kawasan
|
Total susut (semua jenis
OPT)
|
Susut karena serangga dan
tungau
|
Sumber
|
Dunia
Amerika Serikat
Negara berkembang
Tropika
India
|
25
5 – 15
20 – 40
30
30
|
5
1 – 3
4 – 8
6
6
|
FAO 1998
Pimentel 1998
He 1996
Milner 1978
Pariser 1984
|
SUSUT PASCAPANEN PADI DI
NEGARA-NEGARA ASIA TENGGARA
Tahap
Pascapanen Tingkat
Susut (%)
Panen 1
- 3
Perontokan 2 - 6
Penanganan 2 - 7
Pengeringan 1 - 5
Penyimpanan 2 - 6
Penggilingan 2 - 10
Total 10 - 37
KELOMPOK ORGANISME DALAM SISTEM
PASCAPAPANEN
1.
Biji
2.
Serangga paling
dominan sebagai hama (mengapa?)
3.
Tungau
4.
Tikus
5.
Burung
6.
Cendawan
7.
Bakteri
8.
Protozoa (Microsporidia)
Serangga sebagai Hama Pascapanen
Coleoptera
Lepidoptera
Psocoptera
Diptera
Serangga sebagai musuh alami hama
pascapanen
Hemiptera
Hymenoptera
Bentuk Antena Kumbang Hama Gudang
Filiform (seperti benang)
Clavate (membesar secara gradual)
Capitate (membesar tiba-tiba)
Geniculate (bersiku)
Moniliform (seperti manik-manik)
Pectinate (seperti sisir)
Serrate (seperti gergaji)
FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI
KEHIDUPAN SERANGGA HAMA PASCAPANEN
Sebelum manusia menyimpan hasil panen,
dimana serangga
hama gudang hidup?
a.
Pada biji-bijian di permukaan
tanah, pada biji buah-buahan yang jatuh ke tanah, pada batang-batang kayu
b.
Sarang-sarang burung, gua-gua
tempat manusia purba dan hewan hidup, serasah.
Penyesuian yang dihadapi oleh serangga
hama pascapanen
1.
Kelangkaan air (k.a. rendah)
2.
Melimpahnya makanan
3.
Perlakuan dalam sistem
penyimpanan
Setelah manusia mulai menyimpan hasil
panen
Pada bahan simpanan di dalam gudang,
atau tempat-tempat lain seperti penyimpanan bahan pangan di dapur-dapur rumah
tangga
Klasifikasi Serangga Hama Pascapanen
Serangga dalam penyimpanan biji-bijian
dan produk olahannya:
1.
Hama penting
2.
Hama minor
3.
Hama insidentil
4.
Serangga berguna (?)
Klsifikasi berdasarkan perilaku makan:
1.
Internal feeder
2.
External feeder
Klasifikasi berdasarkan waktu
penyerangan:
1.
Hama primer
2.
Hama sekunder
Peran serangga yang lain di dalam tempat
penyimpanan:
1.
Pemakan Cendawan
2.
Pemakan sisa/Scavanger
3.
Perusak struktur gudang
4.
Penyusup/intruder
Hama Primer
Serangga hama yang mampu menyerang dan
berkembang biak pada komoditas simpanan yang masih utuh (biasanya jenis
komoditas dibatasi pada serealia dan kacang-kacangan)
1.
Sitophilus spp. 3. Callosobruchus spp.
2.
Rhyzopertha dominica 4. Sitotroga cerealella
Hama Primer
Sitophilus spp.
a.
Sitophilus oryzae
b.
Sitophilus zeamais
c.
Sitophilus granarius
Callosobruchus spp.
a.
Callosobrchus maculatus
b.
Callosobruchus chinensis
c.
Callosobruchus phaseoli
Hama Sekunder
Serangga hama yang hanya dapat hidup dan
berkembangbiak pada komo-ditas simpanan yang telah rusak akibat serangan hama
primer, atau komo-ditas simpanan yang telah mengalami pengolahan lanjutan
Tribolium
spp. Carpophilus
dimidiatus
Alphitobius spp. Lophocateres
pusillus
Palorus spp. Tenebroides
mauritanicus
Latheticus oryzae Ahasverus advena
Lasioderma serricorne Liposcelis entomophilus
Stegobium paniceum Corcyra cephalonica
Cryptolestes spp. Ephestia
spp.
Araecerus fasciculatus Plodia interpunctella
Trogoderma granarium Doloesa viridis
Necrobia rufipes
Ciri-ciri Hama Primer
a.
Biasanya hanya berasosiasi
dengan komoditi-komoditi dalam kisaran yang sempit dan menggunakan komoditi
tersebut terutama untuk makanan.
b.
Biasanya bentuk gejala kerusakan
yang ditimbulkannya khas.
c.
Biasanya berkembangbiak di
dalam biji dan sering melengkapi siklus
hidupnya dalam satu biji.
d.
Mempunyai tingkah laku bertelur
yang selektif.
e.
Sering menyebar kembali ke
pertanaman dan menginfestasi biji-bijian sebelum dipanen.
f.
Sering tidak dapat berkembang
pada komoditi yang sama jika komodiri tersebut sudah digiling atau diproses.
Ciri-ciri Hama Sekunder
a.
Biasanya menyerang
komoditas-komoditas dengan kisaran yang luas dan tidak menampakkan adanya
tingkah laku makan yang khusus.
b.
Biasanya gejala kerusakan tidak
khas.
c.
Kadang-kadang dapat
berkembangbiak di dalam biji-bijian, tetapi biasanya tidak pernah melengkapi
siklus hidupnya dalam satu biji.
d.
Tidak mempunyai perilaku
bertelur yang selektif
e.
Jarang sekali dijumpai di
pertanaman sbelum panen.
f.
Biasanya mampu berkembang pada
komoditi yang sama yang telah diolah atau digiling.
HAMA
PRIMER
Sitophilus oryzae (Linn.) dan Sitophilus zeamais Motsch.
(Coleoptera: Curculionidae)
Panjang 2-3,5 mm, bercak kekuningan pada
elitra, punctures pada pronotum bulat atau tidak teratur, bagian tengah
pronotum biasanya tanpa puncture, sayap berkembang penuh dan bisa terbang
Sitophilus granarius (Linn.)
(Coleoptera: Curculionidae)
Panjang tubuh 3-4,8 mm, punctures pada
pronotum lonjong, sayap tidak berkembang, tidak bisa terbang
Sitophilus oryzea (Linn.) versus Sitophilus zeamais Motsch.
Pada mulanya kedua serangga ini
tergolong dalam spesies yang sama: Curculio oryzae, kemudian menjadi Calandra
oryzae, saat ini yang ukurannya lebih kecil disebut S. oryzae dan
yang lebih besar S. zemais
Ukuran tubuh overlapping, maka kalau
ditemukan pada beras kemungkinan besar adalah S. zeamais dan pada gandum
atau gabah S. oryzae (kondisi di Indonesia)
Warna tubuh:
S. oryzae
lebih gelap dan lebih kusam
S. zeamais lebih terang dan lebih mengkilat
Biologi S. oryzae dan S.
zeamais
Siklus hidup 30-45 hari, tanpa makanan
betina dapat bertahan hidup selama 36 hari dan dengan makanan 3-5 bulan.
Keperidian 575 butir telur per betina.
Lama hidup dan keperidian akan menurun
kalau populasi sudah padat, sehingga mereka akan cenderung memencar.
Telur diletakkan di dalam rongga pada
permukaan biji yang dibuat oleh betina.
Larva dan pupa terdapat di dalam biji.
Kondisi optimimal untuk pertumbuhannya
adalah kadar air biji antara 15-17%, temp. 28 oC dan RH 70%.
Komoditas yang diserang: serealia; padi,
beras, jagung, gandum, sorghum, dll.
Rhyzopertha dominica (F.)
(Coleoptera: Bostrychidae)
Panjang ± 3 mm, coklat gelap sampai
hitam, tepi elitra paralel, kepala menekuk ke bawah; tidak terlihat dari arah
dorsal, antena capitate dengan 3 ruas terakhir membentuk bendolan, pada sisi
depan pronotum terdapat barisan duri-duri
Siklus hidup 25-30 hari pada kondisi
optimum suhu 36 oC dan RH 50-60%.
Keperidian 300-500 butir dalam hidup
betina selama 3-6 minggu.
Telur diletakkan pada celah-celah di
permukaan biji. Larva dan pupa terdapat
di dalam biji.
Komoditas yang diserang: serealia;
gabah, jagung, sorghum, dan gndum; gaplek
Tanda serangan R. dominica pada gabah adalah adanya serbuk gerek yang
ditemukan di sekitar gabah tersebut dan kumbang yang terbang dari tumpukan
gabah tersebut menuju ke arah cahaya.
Kondisi lingkungan yang mendukung
perkembangannya adalah tempat penyimpanan yang tertutup dengan bebijian yang
ditimbun dalam jumlah banyak untuk waktu yang lama.
Hama ini menyukai berada di bagian bawah
tumpukan bahan simpanan.
Serangan hama ini dapat meningkatkan
temperatur sehingga memicu pertumbuhan cendawan.
Callosobruchus spp., (Coleoptera: Bruchidae)
hama utama pada biji kacang-kcangan di
tempat penyimpanan; kacang hijau, kedelai, kacang panjang, kacang tunggak,
kacang jogo
Callosobruchus chinensis (L.)
Callosobruchus maculatus Motsch.
Callosobruchus analis (F.)
Spesies lain dari famili ini yang juga
hidup pada kacang-kacangan:
Acanthoscelides obtectus (Say)
Zabrotes subfasciatus Boheman
Caryedon serratus
Distribusi Geografis Beberapa Spesies Callosobruchus
C. maculatus Kosmopolitan - tropis dan subtropis, spesies
dominan di Afrika
C. chinensis Kosmopolitan - tropis dan subtropis, spesies
dominan di Afrika
C. analis Asia Selatan dan Tenggara
C. phaseoli Afrika, Amerika Selatan
C. subinnotatus Afrika
C. theobromae Asia Selatan dan Tenggara, Afrika, Indonesia,
Thailand
C. rhodesianus Terutama di Selatan Afrika
Siklus hidup 25-35 hari, keperidian 150
butir telur, dalam hidup imago betina 1-2 minggu (imago tidak makan)
Kondisi optimum: temperatur 32 oC
dan RH 90%
Telur diletakkan di permukaan biji, satu
telur per biji
Larva dan pupa hidup di dalam biji
Sitotroga cerealella (Olivier)
(Lepidoptera: Gelechiidae)
Angoumois
Grain Moth
Imago kuning jerami kecoklatan dengan
sayap sempit; sayap belakang dengan banyak jumbai dan ujungnya merun-cing. Panjang tubuh 12-17 mm.
Larva instar akhir panjangnya 7 mm, berwarna
putih dengan kepa-la berwarna kekuningan dan kepala dan alat mulut berwarna
coklat kemerahan. Tungkai palsu
rudimenter, masing-masing hanya dengan 2-3 crochet
Fekunditas betina rata-rata 40 butir
telur dengan maksimum 389 butir telur.
Telur menetas setelah 4-6 hari.
Stadium larva 3 minggu dan terdiri dari tiga instar.
Stadium pupa 10-14 hari. Siklus hidup 5-7 minggu
HAMA SEKUNDER
Serangga hama yang hanya dapat hidup dan
berkembangbiak pada komoditas simpanan yang telah rusak akibat serangan hama
primer, atau komoditas simpanan yang telah mengalami pengolahan lanjutan
Tribolium
spp. Carpophilus
dimidiatus
Alphitobius spp. Lophocateres
pusillus
Palorus spp. Tenebroides
mauritanicus
Latheticus oryzae Ahasverus advena
Lasioderma serricorne Liposcelis entomophilus
Stegobium paniceum Corcyra cephalonica
Cryptolestes spp. Ephestia
spp.
Araecerus fasciculatus Plodia interpunctella
Trogoderma granarium Doloesa viridis
Necrobia rufipes
Tribolium confusum Jack du Val. (Coleoptera: Tenebrionidae) dan Tribolium castaneum (Herbst.) (Coleoptera:
Tenebrionidae)
Warna tubuh coklat kemerahan, panjang
2,5 -3,5 mm, antena capitate dengan bendolan tiga ruas (T. castaneum)
dan clavate (T. confusum).
Larva pipih memanjang, berwarna krem
dengan panjang tubuh < 2,5 mm, kepala dan urogomphi berwarna gelap.
Tidak dapat menyerang biji-bijian utuh,
tetapi menjadi hama penting pada beras di gudang DOLOG
Menyebabkan kontaminasi pada bahan
simpanan dalam bentuk tubuh serangga mati, bekas ganti kulit, kotoran, maupun
sekresi dalam bentuk cairan yang dapat menyebabkan perubahan warna dan bau pada
bahan simpanan
Tribolium
spp.
Siklus hidup 25 – 35 hari, kondisi
optimum temperatur 33 oC dan RH 70%.
Keperidian 500 butir telur, betina dapat
hidup selama 1 tahun
Komoditas yang diserang: bebijian yang
digiling menjadi tepung, dedak, bungkil kacang tanah dan jagung, beras, gaplek,
biji kakao, biji pala, dan kopra (terutama yang berjamur). Juga ditemukan pada bahan asal hewan seperti
keju.
Oryzaephilus surinamensis (L.)
(Coleoptera: Silvnidae)
Oryzaephilus mercator (Fauvel)
(Coloeptera: Silvanidae)
Tubuh pipih, panjang 2,5-3,5 mm,
pronotum dengan 6 buah gerigi pada bagian sisinya dan 3 buah alur memanjang
pada bagian dorsalnya. Tubuh berwarna
coklat merah sampai coklat gelap.
Antena capitate dengan bendolan 3 ruas.
Siklus hidup 25-30 hari, kondisi optimum
temperatur 30-35 oC dan RH 70-90%
Keperidian 300 butir telur dalam hidup
betina selama 10 minggu. Imago dapat
hidup selama 3 tahun.
Komoditas yang diserangnya: beras, biji
pala, fuli, kopra, biji kakao.
Preferensi:
O. mercator pada bebijian berlemak
O. surinamensis pada bahan padat karbohidrat
Ahasverus advena Waltl. (Coleoptera: Silvanidae)
Tubuh pipih,
warna coklat muda sampai coklat tua, pronotum dengan gigi tajam pada sisi
depannya, panjang tubuh 2 mm.
Hama minor dan
pemakan cendawan pada serealia dan serealia olahan terutama pada daerah yang
hangat dan lembab.
Siklus
hidup17-23 hari,
kondisi optimum temperatur 27 oC, RH 75%
kondisi optimum temperatur 27 oC, RH 75%
Komoditas yang diserangnya: beras,
tepung beras, dedak halus, biji gandum, tepung terigu, jagung, kacang tanah,
biji kakao
Lasioderma serricorne (F.) (Coleoptera : Anobiidae)
Tubuh bulat lonjong, panjang 2-3 mm,
warna coklat terang, kepala terdapat di bawah pronotum, antena serrate
(berbentuk gergaji)
Siklus hidup 34-39 hari, keperidian 110
butir telur, kondisi optimum temperatur 30 oC dan RH 70%
Telur diletakkan terpisah-pisah pada
bahan makanan
Komoditas yang diserangnya: Tembakau
kering, kopra, biji pala, biji kakao, fuli, material herbarium, makanan ikan
(pelet), kerupuk udang, makaroni, dll.
Stegobium paniceum (Linn.)
(Coleoptera: Anobidae)
Tubuh bulat lonjong, panjang 2-2,5 mm,
berwarna coklat gelap, kepala di bawah pronotum, antena capitate dengan
bendolan 3 ruas yang agak memanjang, pada elitra terdapat alur yang memanjang
Larva 2-3 mm, bertipe scarabaeiform
(seperti huruf C), tubuh berwarna putih dengan rambut-rambut halus, tungkai
berkembang sempurna.
Siklus hidup 40-49 hari, pada kondisi
optimum temperatur 30 oC dan RH 60-90%
Telur berbentuk oval, berwarna putih,
diletakkan di permukaan bahan yang diserangnya, larva bergerak bebas di antara
bahan yang diserangnya, pupa terbentuk di dalam kokon yang terbuat dari benang
sutera.
Komoditas yang diserangnya: ketumbar,
jinten, biji pala, fuli, biskuit, makaroni, ramuan jamu (bahan tumbuhan kering)
Tenebrio molitor Linn.
(Coleoptera: Tenebrionidae)
Panjang tubuh 12-16 mm, warna coklat
gelap mengkilat sampai hitam, bintik-bintik pada elitra agak berjauhan dan tidak
ada yang bersentuhan, antena 11 ruas, antena hampir clavate, tarsi 5-5-4.
Larva instar akhir panjangnya 32 mm,
warna kuning krem, pipih sampai silindris memanjang
Larva dikenal juga sebagai ulat hongkong
untuk pakan burung.
Bersifat
kosmopolitan dan makan apa saja baik biji utuh, produk olahan, hingga pelet
pakan ternak, bulu hewan, dan limbah unggas serta karpet . Biasa ditemukan pada lokasi yang gelap dan
tak terusik. Laju pertumbuhannya lambat sehingga bukan hama penting.
Tenebrio obscurus Fabricius
(Coleoptera: Tenebrionidae)
Panjang tubuh 12-16 mm, warna hitam
kusam, bintik-bintik pada elitra sangat berdekatan dan beberapa bersentuhan,
antena 11 ruas, hampir clavate.
Panjang tubuh larva instar akhir 32 mm,
warna kuning kecoklatan dengan bagian-bagian yang lebih gelap ke arah belakang.
Keperidian 450-500 butir telur selama
hidup imago betina 22-137 hari, siklus hidup 280-630 hari
Alphitobius diaperinus Panzer dan Alphitobius laevigatus (F.)
(Coleoptera: Tenebrionidae)
Tubuh imago berbentuk oval, tidak
terlalu pipih, dan berwarna coklat gelap sampai hitam (umumnya hitam). Panjang tubuh antara 5,5 – 7,0 mm. Mata tampak seolah-olah terbelah oleh genal
canthus. Pada A. diaperinus, bagian mata
tersempit yang tidak tertutup oleh genal canthus terdiri dari 3 – 4 faset,
sedang pada A. laevigatus hanya terdiri dari 1 – 2 faset. Antena berrtipe clavate. Ujung tibia tungkai depan melebar.
Fekunditas imago betina 200 – 300 butir
telur. Stadium telur 5 hari, stadium
larva 65 hari, dan stadium pupa 6 hari.
Siklus hidup kira-kira 35 hari pada kondisi optimum, suhu 30 °C dan
kelembaban antara 80 – 95%.
Komoditas yang diserang : berbagai jenis
tepung dan biji-bijian serealia serta dedak halus yang menumpuk di sudut-sudut
tempat penggilingan padi atau di bawah-bahwah kandang ayam broiler.
Trogoderma granarium Everts. (Coleoptera: Dermestidae)
Kumbang Khapra
Panjang 2-3 mm, oval dan ditumbuhi
rambut-rambut halus, coklat gelap sampai hitam, antena clavate dan pendek
dengan 3-5 ruas bendolan, pada saat istirahat anten disimpan di rongga antena.
Panjang tubuh larva 5-6 mm, berwarna
coklat kekuningan, tubuh ditumbuhi banyak seta yang berwarna kekuningan.
Siklus hidup 35 hari, keperidian 35
butir telur, kondisi optimum 35 oC dan RH 73%
Komoditas yang diserang: beras, gandum,
jagung, sorgum, kacang tanah, kopra, dll.
Trogoderma variabile Ballion
(Coleoptera: Dermestidae)
Panjang tubuh 3.2 mm, lonjong memanjang,
warna hitam kecoklatan dengan bercak-bercak berwarna kekuningan atau coklat
kekuningan. Bagian pangkal, tengah, dan
ujung elitra berwarna pucat
Panjang tubuh larva 6.3 mm, instar awal
berwarna putih kekuningan, instar pertengahan kecoklatan, dan instar akhir
coklat gelap. Tubuh larva ditutupi oleh
seta halus.
Keperidian 94 butir telur, kondisi optimum:
temperatur 32 oC dan RH 50%, siklus hidup 32-42 hari.
Komoditas yang diserang: serealia,
kakao, makaroni, potato chips, cake mix, makanan anjing, mie telur, raisins,
rempah-rempah, dll.
Dermestes lardarius Linn.
(Coleoptera: Dermestidae)
Panjang tubuh 7-9 mm, oval memanjang,
coklat gelap sampai hitam, dengan pangkal 1/3 elitra kuning pucat dengan 6-8
bintik hitam kecil. Antena pendek,
capitate dengan bendolan 4 ruas.
Panjang tubuh larva 10-15 mm, warna
coklat gelap dan ditum-buhi seta coklat, abdomen ruas ke 9 dengan urogomphi
yang berujung lancip
Keperidian 100-800 butir telur, siklus
hidup 40-50 hari, temperatur optimum untuk perkembang-an 18-20 oC.
Komoditas yang diserang: ikan kering,
daging asap, keju, makanan kucing dan anjing, spesimen museum (serangga, kulit
hewan, tanduk, dan rambut.
Cryptolestes ferrugineus (Steph.)
(Coleoptera: Cucujidae)
Panjang tubuh 1,5 mm, sangat pipih,
coklat terang, antena lebih panjang dari panjang tubuh, pada piringan pronotum
terdapat karina yang sejajar dengan bagian tepi pronotum
Larva bertubuh ramping, berwarna putih
kuning, panjang 3-4 mm, bergerak bebas di antara komoditas dan berpupa di dalam
kokon.
Siklus hidup 23 hari pada kondisi
optimum temperatur 33 oC dan RH 70%.
Keperidian 100-400 butir telur selama hidup betina 6-9 bulan.
Komoditas yang diserang: beras, biji
kakao, gaplek, buah-buahan kering, kacang tanah,
Typhaea stercorea L.
(Coleoptera; Mycetophagidae)
Panjang tubuh 2,5-3 mm, warna coklat
atau hitam, pada elitra terdapat bintik-bintik kuninga atau kemerahan, antena
capitate dengan bendolan 3 ruas, elitra tidak beralur tetapi dengan
rambut-rambut yang tersusun membujur.
Araecerus fasciculatus deGeer
(Coleoptera: Anthribidae)
Panjang tubuh 3-4 mm, tubuh hampir oval,
coklat gelap dengan bintik-bintik coklat terang, antena capitate dengan
bendolan 3 ruas, elitra beralur dan ditumbuhi rambut-rambut halus
Komoditas yang diserangnya: biji kopi
kering, gaplek, biji pala, fuli, kakao, biji tengkawang, bawang putih kering
Necrobia rufipes de Geer
(Coleoptera: Cleridae)
Tubuh agak pipih, biru metalik dengan
dengan bagian pangkal antena dan tungkai berwarna merah; pada permukaan
tubuhnya terdapat rambut-rambut kasar berwarna hitam; panjang tubuh sekitar 4-5
mm; antena 11 ruas, capitate dengan bendolan tidak kompak 3 ruas,
Larva pipih memanjang berwarna putih
keabu-abuan dengan kepala dan protoraks berwarna merah coklat kekuningan;
panjang tubuh sekitar 10 mm.
Keperidian 300 butir telur,
Siklus hidup 5-13 minggu pada temperatur
25 oC (siklus hidup paling singkat adalah pada kopra yang lembap)
Komoditas yang diserang: kulit hewan,
kopra, keju, berbagai jenis produk daging kering, dll., selain itu larva
serangga ini juga bersifat predator fakultatif.
Tenebroides mauritanicus (L.)
(Coleoptera: Trogossitidae)
Tubuh pipih memanjang, hitam mengkilat,
pan-jang 5-11 mm, bagian pangkal pronotum menyempit membentuk struktur seperti
“leher”; antena capitate dengan bendolan tidak kom-pak 4 ruas; permukaan tubuh
halus tanpa ram-but dan pada elitra terdapat alur memanjang
Keperidian 1000 butir telur selama hidup
betina 1-2 tahun
Komoditas yang diserang: tepung,
hancuran bebijian serealia, dedak, bungkil kopra, bungkil kacang tanah, larva
dapat menyerang kayu flonder (pallet), selain itu imago dan larva juga dapat
berperan sebagai predator.
Ephestia cautella (Wlk.)
(Lepidoptera: Pyralidae)
Sayap depan berwarna coklat abu-abu
gelap, pada sisi luarnya terdapat suatu garis berwarna pucat. Di sebelah dalam garis ini terdapat suatu
garis yang agak lebar dan berwarna gelap.
Larva coklat kekuningan dengan
bintik-bintik hitam, panjang sampai 10 mm
Keperidian 340 butir telur, siklus hidup
28-35 hari pada kondisi optimum temperatur 28 oC dan RH 70%.
Komoditas yang diserang: kakao pulp,
kacang tanah, kopra, bungkil kacang dan kopra, biji wijen (dan produk lain yang
kaya lemak), ragi, coklat, kue satu, dan produk kacang tanah yang lain.
Ephestia kuehniella (Zeller)
(Lepidoptera: Pyralidae)
Rentang sayap 24 mm, SD abu-abu pucat
dengan 2 garis zig-zag yang melintang, SB putih kotor.
Larva instar akhir 15-20 mm, putih
sampai merah jambu, kepala dan
pelat pronotum coklat kemerahan gelap,
terdapat beberapa bercak hitam di permukaan tubuh dan ditumbuhi seta.
Keperidian 116-678 butir telur, siklus
hidup 4-6 minggu. Imago tertarik cahaya.
Komoditas yang diserang: tepung,
bebijian sereal, biscuit, makanan anjing, kacang tanah, coklat, buah-buahan
kering, dan lain-lain.
Ephestia elutella (Hubn.)
Lepidoptera: Pyralidae)
Rentang sayap 14-17 mm, panjang tubuh
8-11 mm, SD abu-abu sampai abu-abu coklat dengan pola-pola membentuk gelombang
melintang.
Larva berwarna keputihan, kekuningan,
atau kemerahan tergantung jenis makanannya, dengan kepala dan pelat pronotum
berwarna coklat coklat, panjang tubuh 10-15 mm.
Keperidian 100 butir telur yang
diletakkan satu-satu atau dalam kelompok kecil, Larva merekatkan bebijian yang
diserangnya dengan benang sutera dan larva hidup di dalamnya sampai terbentuk
pupa.
Siklus hidup 1-2 bulan.
Komoditas yang diserang: bebijian
serealia, biji kakao, produk cokelat, buah-buahan kering, dll.
Plodia interpunctella (Hubner)
(Lepidoptera: Pyralidae)
Rentang sayap 16-20 mm, sayap bu-abu
pucat, SD dengan 2/3 bagian ke arah ujung berwarna coklat kemerahan dengan
kilau tembaga.
Larva instar akhir berwarna putih kotor
tetapi dapat berva-riasi kehijauan, kemerahjambuan, atau kecoklatan, tergantung
makanannya, pelat protoraks coklat kekuningan sampai coklat kemerahan, panjang
tubuh 9-19 mm.
Keperidian 100-400 butir telur selama
hidup imago betina sekitar 18 hari,
Acarus siro L.
(Acarina: Acaridae
Panjang tubuh betina 0,5 mm dan jantan
0,4 mm, tubuh transparan dan ditumbuhi rambut yang jarang, tungkai berwarna
ungu muda. Imago mempunyai 4 pasang
tungkai, sedang larva hanya 3 pasang.
Infestasi oleh tungau terjadi kalau
kondisi tempat penyimpanan lembap.
Keperidian 20 butir telur, siklus hidup 2 minggu.
Komoditas yang diserang bebijian
serealia, pakan ternak, tembakau, dll.
Liposcelis entomophilus
(Psocoptera: Liposcelidae)
Psosid
Umum terdapat di gudang-gudang Bulog,
tetapi jarang dijumpai di gudang-gudang pedagang perantara, dan tidak ditemukan
di gudang-gudang KUD atau petani (Hasil
survey Hains dan Pranata 1982).
Kehadiran serangga ini dalam jumlah yang melimpah hampir selalu
berasosiasi dengan stok yang sering mendapat perlakuan pestisida. Hal ini diduga karena kematian predatornya
yaitu tungau Famili Cheyletidae (seperti Cheyletus malaccensis) yang
sangat rentan terhadap pestisida yang digunakan saat ini. Kematian serangga
hama gudang yang lain akibat perlakuan pestisida juga menyebabkan mereka hidup
tanpa pesaing. Di USA, infestasi psosid umumnya terjadi pada komoditas yang
kadar airnya tinggi dan terkontaminasi oleh kapang (Mills et al. 1992).
Persentase
Risiko Penyimpanan Gabah terhadap Beberapa Hama Gudang Penting di 27 Negara (besar-kecil).
Sitotroga cerealella
Sitophilus oryzae
Sitophilus granarius
Trogoderma granarium
Corcyra cephalonica
Tribolium castaneum
Ephestia cautella
Oryzaephilus surinamensis
Plodia interpunctella
Persentase Risiko Penyimpanan Beras
terhadap Beberapa Hama Gudang Penting di 38 Negara
Sitophilus oryzae
Rhyzopertha dominica
Oryzephilus surinamensis
Tribolium castaneum
Sitophilus zeamais
Ephestia cautella
Trogoderma granarium
Plodia interpunctella
Sitophilus granarius
Sitotroga cerealella
Jenis Serangga Hama
Di Gudang BULOG
Tribolium
(60.0%)
Oryzaephilus (19,1)
Rhyzopertha (11,7%)
Cryptolestes (3,7%)
Ahasverus
(3%
Sitophilus (1%)
Carpophilus (1%)
Kumbang lain (0,1%)
Hasil Survey di 41 Unit Gudang di Dolog
Jawa Timur
Spesies Persentase
gudang terserang
Tribolium castaneum 100
Psocoptera 99
Ephestia cautella 58
Carpohilus sp. 37
Spesies lain jarang
Spesies lain = A. advena, Sitophilus sp., Oryzaephilus sp. dan Cryptolestes
sp.
EKOLOGI SERANGGA HAMA GUDANG
Informasi Biologi dan Ekologi Serangga
Hama Gudang: Dasar pengembangan PHT di tempat penyimpanan
Masalah hama Masalah populasi
Fluktuasi populasi dipengaruhi oleh:
faktor dalam (intrinsik) dan faktor lingkungan (ekstrinsik) “Dinamika Populasi”
Faktor dalam
Keperidian (fekunditas)
Jangka waktu
Perkembangan (siklus hidup)
Kecepatan Berkembang biak
Nisbah kelamin
Kemampuan Berkembang biak
Pertumbuhan Populasi
Serangga hama gudang: opportunis
1.
Pertumbuhan populasi
cepat
2.
Pemanfaatan sumber daya
segera
3.
Musnahnya koloni cepat Migrasi
(Ciri
serangga berstrategi “r”)
Strategi pertumbuhan populasi
serangga:
Serangga berstrategi “r” versus serangga berstrategi “K”
Ciri-ciri
Serangga Berstrategi “r”
1.
Keperidiann tinggi
2.
Periode praoviposisi singkat
3.
Siklus hidup singkat
4.
Ukuran tubuh kecil
5.
Laju pertumbuhan intrinsik tinggi
Ciri-ciri
Serangga Berstrategi “K”
1.
Keperidiann rendah
2.
Periode praoviposisi lama
3.
Siklus hidup panjang
4.
Ukuran tubuh relatif besar
5.
Laju pertumbuhan intrinsik rendah
Model
Pertumbuhan Populasi Serangga Hama Gudang
1.
Pertumbuhan eksponensial Nt = N0.ert
r
= intrinsic rate of increase
2.
Pertumbuhan mendatar
3.
Populasi musnah
Untuk
spesies yang sama, r tergantung pada:
-
Tipe makanan
-
Tempeartur lingkungan
- Kadar air biji
Pengaruh Faktor Fisik Lingkungan
Temperatur
Berpengaruh
terhadap aktivitas dan siklus hidup
Optimum: 25-35 oC
Minimum: < 15 oC hibernasi
Maximum:
> 45 oC aestivasi (di atas 60 oC
dapat membunuh)
Kadar Air
Optimum: 14-16%
1.
Serangga hama gudang
sering mengkonsumsi makanan yang lebih banyak daripada yang dibutuhkan untuk
memperoleh air
2.
Menekan kadar air sampai
< 12% dapat mengurangi serangan hama, tetapi jangan lebih rendah daripada 8%
karena biji akan pecah
Kadar
air = kandungan air yang terdapat di dalam bahan,
Air
di dalam bahan: (a) air bebas dan (b) air tidak bebas;
Air
bebas: (a) air permukaan dan (b) air di dalam biji (antar sel)
Pengukuran
Kadar Air:
Basis
basah (pertanian) ((Berat awal – Berat akhir)/Berat awal) x 100%
Basis
kering (industri) ((Berat awal
– Berat akhir)/Berat akhir) x 100%
Kadar
air 14% basis basah = 16% basis kering
Kesetimbangan
Kelembapan Relatif- Kadar Air
Pada temperatur tertentu,
kesetimbangan antara RH dan kadar air dapat diplotkan pada kurva yang disebut:
“Moisture Sorption Isotherm”
Cahaya Berpengaruh terhadap perilaku
Serangga
hama gudang umumnya fototrofik positif
Merah
– Jingga – Kuning – Hijau – Biru - Violet – Ultra Violet
Efektif
untuk pemerangkapan: Biru - Violet – Ultra
Violet
Ngengat
(Ordo Lepidoptera):
Puncak
aktivitas: senja dan subuh
Umumnya
puncak aktivitas peneluran terjadi pada tengah malam
Makanan, Pengepakan, dan Struktur
Gudang
Makanan:
1.
Bebijian utuh vs tidak utuh
2.
Tekstur permukaan: halus vs kasar, Callosobruchus spp.
3.
Kesesuaian kandungan nutrisi dengan kebutuhan
Pengepakan dan Cara Penyimpanan
Penyimpanan:
Tradisional
(dalam bakul, gentong, dsb.)
Komersial
Akses
dan Pergerakan serangga
·
Permukaan biji
·
Ruang antar biji
·
Ruang antar karung
·
Aerasi
Kelebihan dan kekurangan sistem curah
vs sistem stapel
Sistem Curah
1.
Tidak fleksibel
2.
Penanganan cepat
3.
Biaya operasional rendah
tetapi biaya investasi tinggi
4.
Lebih aman terhadap hama
kalau kondisi awal bahan simpan baik
Sistem stapel
1.
Fleksibel
2.
Penanganan lambat (harus
menyusun stapel dan menurunkan karung satu persatu)
3.
Biaya operasional tinggi
tetapi biaya investasi lebih rendah
4.
Beresiko terhdap
serangan hama
Cara Penyusunan Stapel (Tumpukan
Karung di dalam Gudang)
Stapel
disusun di atas flonder atau pallet
Flonder
atau pallet: palang lima dan palang delapan
Penyusunan
stapel: Kunci Lima
Struktur Gudang
1.
Akses serangga melalui
dinding, pintu, atap, dan lantai
2.
Kemudahan pembesihan
sisa bahan simpan
.
Kesesuaian struktur gudang untuk pelaksanaan fumigasi
Disain
Bangunan Tempat Penyimpanan
·
Bunker
·
Lumbung
·
Gudang: Permanen dan Semi
permanen
·
Silo
Persyaratan
Gudang untuk Penyimpanan Bahan Pangan
1.
Harus dapat melindungi bahan yang disimpan dari gangguan tikus,
burung, serangga dan mikroorganisme
2.
Mudah dilakukan pemeriksaan dan pemantauan
3.
Dapat menciptakan suasana kerja yang aman
4.
Biaya operasional rendah
5.
Biaya investasi rendah
Hal-hal yang dapat terjadi di
penyimpanan bebijian dalam hubungannya dengan infestasi serangga
1.
Pembentukan “hot spot”
respirasi serangga, biji, dan cendawan >Panas, CO2, dan uap air
Terbentuknya
hot spot:
Dry
grain heating k.a. <
15%
(akibat respirasi serangga)
Wet
grain heating k.a. >
15%
(akibat respirasi cendawan atau biji)
2.
Feeding Process Suksesi menuju
kehancuran ekosistem
Hama
Primer>Biji Utuh
Hama
Sekunder>Biji Rusak
Scavanger>Biji Bubuk
Musuh
alami (Parasitoid dan Predator)>Pemakan cendawan>Biji Bercedawan
3.
Dispersal (Pemencaran)
Terjadi
jika kondisi lingkungan tidak mendukung untuk kelangsungan hidup dan
perkembangbiakan serangga
Stadium
yang memencar: Imago> Coleoptera
Larva dan
Imago>Lepidopter
Kompetisi
Intraspesifik: antar individu dalam spesies (efek kepadatan terhadap kelangsungan hidup populasi)
Interspesifik: antar spesies
Kompetisi antar spesies
Data
penelitian: Kompetisi antara S. oryzae dan R. domnica
Kalau
temperatur 29-30 oC dengan k.a. 14-15% maka kompetisi dimenangkan
oleh S.oryzae
Kalau
temperatur 33-34 oC dengan k.a. 12-13% maka kompetisi dimenangkan
oleh R. dominica
5.
Komunikasi kimia
Feromon: senyawa kimia yang
dihasilkan oleh individu serangga dan dapat mempengaruhi individu lain dari
spesies yang sama
Hormon: senyawa kimia yang dihasilkan oleh individu serangga
yang hanya dapat mempengaruhi proses fisiologis di dalam tubuh individu
serangga tersebut
Jenis-jenis
feromon pada serangga hama gudang:
1.
Feromon seksual
2.
Feromon agregasi
3.
Feromon alarm
4.
Feromon dispersal
6.
Diapause
Diapause
terjadi kalau: k.a. dan RH rendah, temperatur ekstrim (tinggi atau rendah) atau
kondisi lingkungan lain tidak menguntungkan (terjadi pada Trogoderma
granarium, kalau sumberdaya mulai menipis
Substansi Toksik
Alamiah:
diproduksi oleh serangga dan bebijian
Buatan:
insektisida dan fumigan
Misal
senyawa quinon yang dihasilkan oleh Tribolium spp. dan metabolit
sekunder pada bebijian Leguminosae seperti Tripsin inhibitor dan lectin
PEMERIKSAAN
DAN PEMANTAUAN
Tujuan
1.
Memeriksa kondisi bangunan tempat penyimpanan dan kemasan bahan simpan
2.
Memantau tingkat populasi serangga hama gudang secara berkala untuk
menentukan kapan tindakan pengendalian harus dilakukan
Idealnya:
tindakan pengendalian dilakukan kalau populasi serangga hama gudang sudah
melewati ambang batas yang membahayakan yang dinyatakan sebagai: ambang ekonomi
Ambang
ekonomi dinyatakan dalam jumlah serangga per kg bahan simpan
Ambang
ekonomi ditentukan oleh: potensi merusak, kondisi lingkungan, dan nilai ekonomi
bahan simpan
Pemeriksaan dan pemantauan dilakukan
terhadap:
1. Kondisi tempat penyimpanan
2.
Kondisi bahan yang disimpan
1. Kondisi tempat penyimpanan
Pemeriksaan dilakukan terhadap
seluruh bagian bangunan gudang: dinding, lantai, pintu, jendela, ventilasi,
atap, dan kemasan yang digunakan untuk penyimpanan
Perhatian khusus harus ditujukan pada
celah-celah dan retakan pada bagian-bagian gudang tersebut dan juga pada
sambungan lantai.
2.
Kondisi bahan yang disimpan
Pemeriksaan bahan yang disimpan
biasanya ditujukan untuk:
1.
Memeriksa perubahan atau
penurunan mutu
2.
Keberdaan serangga hama
KEBERADAAN SERANGGA HAMA
Pengetahuan dasar yang harus
dimiliki:
1.
Biologi: kondisi optimum,
siklus hidup, keperidian, monofag vs polifag
2.
Perilaku: fototrofik, akumulasi
populasi di dalam bahan
3.
Status Hama: hama penting,
hama minor, status lain
Pemantauan populasi serangga hama
dilakukan dengan penarikan contoh untuk menduga tingkat populasi
Teknik Penarikan Contoh
Acak: Tabel angka teracak
Sistematik:Menurut aturan tertentu
Idealnya: pola penarikan contoh harus
mengikuti pola penyebaran hama di dalam bahan simpan. Masing-masing jenis hama mempunyai pola
penyebaran yang berbeda.
Berdasarkan contoh yang ditarik dapat
dilakukan pendugaan populasi saat itu dan dengan data dari banyak waktu
pendugaan dapat dibuat suatu korelasi sehingga dapat dibuat suatu ramalan
tingkat populasi di waktu yang akan datang berdasarkan:
1.
Tingkat populasi pada saat itu
2.
Kondisi fisik lingkungan
3.
Kesesuaian bahan simpan terhadap hama tertentu
4.
Tingkat populasi musuh alami
Beberapa hal yang harus diperhatikan
1.
Laju pertumbuhan populasi,
di daerah tropika prtumbuhan populasi serangga cepat sekali, kesalahan sedikit
dalam pendugaan populasi akan menyebabkan kesalahan besar pada tingkat populasi
yang diramalkan dan kalau sudah waktunya dikendaliakan, penundaan sebentar saja
dapt menimbulkan kerugian yang sangat besar.
2.
Infestasi tersembunyi oleh
hama-hama primer
3.
Ratio volume/luas permukaan
tumpukan bahan simpan, penarikan contoh jangan dilakukan pada suatu sisi saja,
tetapi merata ke seluruh permukaan
PENDUGAAN KEPADATAN POPULASI SERANGGA
1.
Pendugaan kepadatan absolut
2.
Pendugaan kepadatan relatif
3.
Pendugaan kepadatan
berdasarkan tingkat kerusakan
PENDUGAAN KEPADATAN POPULASI ABSOLUT
Didasarkan pada jumlah absolut
serangga yang ikut tertangkap dalam contoh bahan yang diambil
Peralatan yang diperlukan:
1.
Spear sampler
2.
Pneumatic sampler
3.
Pelican sampler
Pneumatic sampler untuk bahan simpan sistem curah.
Bahan simpan disedot dari bawah dan terkumpul pada penampung sampel.
Pelican sampler (A) dan Ellis cup (B), keduanya digunakan dengan cara
memotong arah aliran bahan simpan yang sedang bergerak/dicurahkan sehingga
diperoleh contoh.
Deteksi infestasi tersembunyi (hidden
infestation)
Serangga sasaran: Sitophilus
spp., Rhyzopertha dominica, dan Sitotroga cerealella
Teknik pewarnaan atau staining terhadap sumbat lubang peletakan telur Sitophilus. Zat warna yang digunakan dalah acid fuchsin
Metode pengapungan; biji gandum yang terserang akan mengapung karena adanya rongga
Pemeriksaan radiografi (sinar x); sinar x dapat digunakan untuk melihat benda di dalam suatu benda
lain
Deteksi suara; dengan menggunakan oscilloscope suara makan dan pergerakan
serangga di dalam biji dapat dideteksi.
Pengukuran kadar karbondioksida; jumlah CO2 yang diproduksi serangga yang berespirasi
berkorelasi dengan populasi serangga di dalamnya.
Uji ninhidrin; contoh biji dihancurkan di dalam kertas saring yang diberi
perlakuan ninhidrin. Asam amino dari
cairan serangga akan bereaksi dengan ninhidrin menghasilkan bercak-bercak
berwarna ungu.
ELISA
(enzyme-linked immunosorbent assay); yaitu dengan memanfaatkan antibodi yang
khusus diproduksi untuk mendeteksi myosin, protein otot serangga (jenis protein
ini tidak terdapat pada biji-bijian).
Tingkat kepekatan myosin-antibodi dapat digunakan untuk menduga ban
yaknya serangga pada contoh biji.
Deteksi hidden infestation dari
serangga hidup sangat penting untuk penentuan langkah pengendalian, namun deteksi
serangga mati pun mempunyai arti penting untuk penerimaan pasar
Pola penyebaran serangga hama di
dalam bahan simpan
1.
Seragam
2.
Random
3.
Bergerombol
Contoh penerapan program pemantauan
tingkat serangan hama di gudang BULOG
Pengamatan Umum (U)
Pengamatan
dilakukan terhadap kondisi keliling stapel dan bagian atas stapel, serta
pengamatan dilakukan pada sore hari. Hasil pengamatan dinyatakan sebagai
berikut :
a. U/T (tidak ada) :Tidak terdapat
serangga setelah diperiksa beberapa lama.
b.
U/R
(Ringan) : Terdapat serangga (dalam jumlah kecil) yang terlihat hanya
pada beberapa tempat (permukaan karung).
c.
U/S
(sedang) :Terdapat serangga (dalam jumlah lebih banyak) yang terlihat
pada pelbagai tempat (permukaan karung).
d.
U/B
(Berat) : Serangga segera terlihat dalam jumlah besar, beterbangan
dan bergerak merayap sekitar stapel.
Serangga bergerombol dilantai
sekeliling dasar stapel dan dibagian atas
stapel.
e.
U/SB
(Sangat berat) : Serangga sangat banyak terdapat pada sekitar stapel
dan suaranya gemelutuk jelas terdengar
dari dalam karung. Serangga mati
banyak terdapat pada lantai sekitar
stapel dan bagian atas stapel.
Pada
pengamatan umum (U) untuk serangga ngengat, disamping batasan-batasan di atas,
penentuan kriteria tingkat serangan hama dapat juga memakai batasan tingkat
kerusakan yang teramati sebagai berikut :
1. U/T (Tidak ada) : Tidak terdapat tanda-tanda
serangan larva ngengat
(butir-butir putih/sisa kotoran) yang
terdapat pada bagian luar karung.
2. U/R (Ringan) : Mulai terlihat butir-butir
putih/sisa kotoran dalam jumlah
kecil pada bagian luar karung.
3.
U/S (Sedang) : Terlihat cukup banyak
butir-butir putih/sisa kotoran
pada bagian luar karung.
4.
U/B (Berat) : Terlihat banyak butir-butir
putih/sisa kotran pada bagian
luar karung.
5.
U/SB (Sangat Berat) : Terlihat banyak
butir-butir putih/sisa kotoran
pada bagian luar karung sehingga banyak
tertimbun diatas lantai.
Pengamatan Contoh (C)
Pengamatan
dilakukan dengan mengambil contoh beras dari beberapa karung dipelbagai tempat
dalam stapel. Pengambilan contoh dilakukan dengan menggunakan alat pengambil
contoh beras dan ditimbang sebesar 1 kilogram. Setelah di ayak kemudian
dihitung jumlah serangga yang terdapat didalam contoh. Hasil pengamatan
dinyatakan sebagai berikut :
1.
C/T (tidak ada) : Tidak terdapat serangga
hidup dari hasil pengayakan.
2.
C/R (Ringan) : Terdapat 1-2 ekor serangga
hidup dalam contoh.
3.
C/S (Sedang) : Terdapat 3-5 ekor serangga
hidup dalam contoh.
4.
C/B (Berat) : Terdapat 6-10 ekor serangga
hidup dalam contoh.
5.
C/SB (Sangat berat) : Terdapat > 10 ekor
serangga hidup dalam contoh
Cara
Pengambilan contoh
Pengambilan
contoh harus dilakukan pada waktu pagi hari sampai kira-kira pukul 13.00. Hama pascapanen pada pagi sampai siang hari
berada di dalam karung, baru sesudah kira-kira pukul 14.00 mereka keluar dari
dalam karung. Pengambilan contoh dengan
menggunakan colokan (spear) dilakukan sewaktu hama masih di dalam
karung.
Besarnya
contoh yang harus diambil menggunakan teknik tertentu sehingga ekonomis,
sebagai berikut.
Penentuan
karung yang diambil contohnya dilakukan secara random
Dari setiap gudang
minimal harus diambil 2 contoh @ 1 kg
Nilai tingkat
serangan hama adalah hasil rata-rata dari contoh-contoh (sebesar 1 kg)
tersebut.
Untuk
memperkecil jumlah sample yang diambil dapat diikuti ketentuan sebagai berikut
:
Pengamatan
Bangunan Gudang (G)
Pengamatan
dilakukan terhadap seluruh bangunan gudang, terutama di bagian-bagian yang
diduga menjadi tempat persembunyian serangga (tempat-tempat yang terlindung/tidak
kena cahaya).
Hasil
pengamatan dinyatakan sebagai berikut :
1. G/T (Tidak ada) : Tidak terdapat serangga
baik di dinding, lantai,
flonder, tiang dan sebagainya .
2. G/R (Ringan) : Serangga kadang-kadang
terlihat berkelompok 2-3 ekor
pada bagian bangunan.
3. G/S (Sedang) : Serangga seringkali terlihat
berkelompok pada bagian-
bagian bangunan.
4. G/B (Berat) : Serangga segera terlihat di
banyak tempat dari bagian
bangunan, merayap di dinding dan
sebagainya.
5. G/SB (Sangat berat) : Serangga terlihat
sangat banyak sehingga
kelihatan seperti lapisan hitam menutupi
bagian-bagian bangunan
gudang.
PENDUGAAN KEPADATAN POPULASI RELATIF
Pendugaan kepadatan populasi
menggunakan perangkap
Pendugaan populasi dengan cara ini:
Tidak bisa memberikan data populasi per satuan berat, luas area
penarikan contoh, dan sebagainya
Perangkap serangga yang dapat
digunakan:
1.
Perangkap berperekat
2.
Perangkap berumpan
3.
Perangkap cahaya
4.
Perangkap berferomon
Perangkap berperekat (sticky trap):
Karton atau papan yang dilapisi dengan
lem (lem khusus tahan kering) dan
kadang-kadang ditambah insektisida; sasaran: serangga-serangga yang aktif
terbang
Perangkap berumpan (bait trap)
Kantung atau wadah yang berlubang-lubang
yang diisi dengan makanan yang menarik serangga hama, misalnya beras pecah
kulit, dan diletakkan di dalam gudang; serangga yang terperangkap kemudian
dihitung.
Perangkap cahaya (light trap)
Hanya efektif untuk serangga-serangga
tertentu karena tidak semua serangga tertarik cahaya; perbedaan panjang
gelombang dapat menarik serangga yang berbeda
Perangkap berferomon (Pheromone trap)
Sangat spesifik spesies; masing-masing
spesies mempunyai feromon yang berbeda dan hanya berpengaruh terhadap
spesiesnya sendiri. Perangkap ini sangat
efektif untuk memantau populasi serangga yang berada di tingkat yang sangat
rendah. Contoh perangkap berferomon
dalah “corrugated paper trap”.
Pemasangan perangkap
Jenis perangkap yang akan digunakan
disesuaikan dengan jenis serangga hama yang menjadi masalah di tempt tersebut
(penyebaran di dalam bahan dan perilaku memencar dari suatu tempat ke tempat
lain di dalam gudang)
Ketinggian penempatan perangkap berumpan
pada suatu sisi stapel: (a) posisi normal, di atas lapisan ke-6, (b) posisi
alternatif, di atas lapisan ke-5 atau ke-7
(a) posisi yang benar dalam penempatan perangkap berumpan, dimasukkan ke dalam sela antar karung, dan (b) posisi yang salah, diletakkan di atas permukaan karung
PENDUGAAN KEPADATAN POPULASI
BERDASARKAN TINGKAT KERUSAKAN
Hal-hal yang diamati:
1.
Banyaknya biji yang terserang
2.
Jejak serangga pada bahan
simpanan
3.
Keberadaan sutera yang
dihasilkan larva serangga
PENGENDALIAN SERANGGA HAMA GUDANG
1.
Cara-cara pengendalian hama di
lapangan dapat diterapkan di gudang dengan beberapa penyesuaian
2.
Aplikasi pestisida bukan cara
terampuh dalam pengendalian hama
3.
Pendekatan yang perlu
dilakukan: Pengendalian Hama Terpadu (PHT)
PHT adalah pendekatan pengendalian hama
yang menggunakan “cost-benefit analysis” dalam pengambilan keputusan
Dalam PHT, pengendalin dikatakan ”cost
effective” kalau “cost of control is less than the reduction in market value
due to pests”
CARA-CARA PENGENDALIAN HAMA GUDANG
1.
Preventif (mencegah
terjadinya serangan)
2.
Fisik-mekanik
3.
Cara hayati
4.
Cara kimiawi
Preventif
Mencegah datangnya hama lebih mudah
daripada membasmi atau mengeliminasi serangga yang sudah masuk
1.
Membuat konstruksi kedap
serangga: bangunan dari beton atau logam lebih baik daripada kayu
2.
Sanitasi gudang: ceceran bahan
simpanan di lantai harus dibersihkan sebelum dilakukan penyimpanan selanjutnya,
celah-celah atau retakan pada lantai, dinding, dsb. harus ditutup (sealed)
3.
Tidak menyimpan alat pertanian,
seperti alat pemanenan di ruang penyimpanan karena biji-biji yang tertinggal
dapat menjadi sumber infestasi
4.
Jangan memakai karung bekas
yang belum di”disinfestasi” untuk menyimpan
5.
Menggunakan wadah yang tidak
mudah dimasuki oleh serangga
6.
Jangan menyimpan wadah bekas di
ruang penyimpanan
7.
Menggunakan protektan untuk
melindungi bahan simpanan (khusus untuk penyimpanan benih) seperti abu sekam
dan serbuk tanaman yang diketahui mengandung insektisida
8.
Menyimpan bahan dalam bentuk
yang lebih resisten, misal yang masih dilengkapi dengan polong, terutama kacang
tanah
Cara Fisik/Mekanik
1.
Manipulasi lingkungan fisik
untuk menekan pertumbuhan populasi hama
2.
Faktor fisik yang dimanipulasi
adalah: temperatur, kelembapan relatif, kadar air, tempat penyimpanan (silo,
elevator, karung, wadah lain), memberi tekanan pada bahan simpan (kompresi),
dan iradiasi
3.
Prinsip utama pelaksanaan
penyimpanan: jagalah bahan simpanan tetap dingin dan kering
Penggunaan Temperatur Rendah
1.
Pengaruh temperatur rendah:
penurunan laju perkembangan, aktivitas makan, dan keperidian; dan penurunan
survival
2.
Untuk sebagian besar hama
gudang, pada temperatur di bawah 20 oC perkembangan akan terhenti,
kecuali pada S. granarius yang dapat bertahan sampai 15 oC.
Respons Serangga Hama Gudang terhadap
Temperatur
Zone Temparatur (oC) Pengaruh
Lethal >
62 Kematian < 1 menit
50
– 62 Kematian < 1 jam
45
– 50 Kematian < hari
35
– 42 Pertumb. pop. terhenti,
srg.
Mencari tmpt yg lbh dingin
Suboptimal 35 Perkembangan
terhenti
33
– 35 Perkembangan lambat
Optimal 25
– 32 Maksimum laju perkembangan
Suboptimal 13 – 25 Perkembangan
lambat
15 Perkembangan terhenti
Lethal 5
- 13 Kematian dalam minggu
-10 – 5 Kematian dalam hari
- 25 – -15 Kematian < 1 jam
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
penggunaan temperatur rendah untuk pengendalian hama:
·
Temperatur
·
Spesies
·
Fase perkembangan
·
Aklimatisasi
·
Kelembapan relatif
Menentukan lama waktu yang dibutuhkan
untuk membunuh semua individu serangga
Perbedaan kerentanan beberapa spesies
terhadap perlakuan temperatur rendah
Paling rentan
T. castaneum
T. confusum
O. mercator
Paling toleran
T. granarium
E. elutella
E. kuehniella
P. interpunctella
Penggunaan Temperatur Tinggi
Faktor-faktor yang berpengaruh:
1.
Temperatur
2.
Lama perlakuan
3.
Spesies
4.
Fase perkembangan
5.
Aklimatisasi
6.
Kelembapan relatif
Temperatur tinggi yang efektif untuk
membunuh serangga di dalam tempat penyimpanan adalah antara 50 – 60 oC
selama 24 jam
Metode penggunaan temperatur tinggi yang
telah diterapkan adalah menggunakan:
Fluidized beds Microwaves Counter
flow heat exchanger
Spouted beds Infra-red waves High
frequency waves
Pneumatic conveyor Solar radiation
Tingkat Toleransi Serangga terhadap
Perlakuan Temperatur Tinggi
Urut-urutan dari yang paling toleran
sampai yang paling tidak toleran pada perlakuan suhu 49 oC
L. Serricorne > C. pusillus = R.
dominica > S. oryzae = T. castaneum = Trogoderma variabile > S. granarius
= Gibbium psylloides > Cathartus quadricollis = O. mercator > T. confusum
= O. surinamensis
Semakin rendah kelembapan relatif dan
kadar air biji, semakin rentan serangga terhadap perlakuan suhu tinggi,
terutama pada kisaran temperatur antara 40 – 45 oC
Irradiasi
Diizinkan untuk 40 jenis bahan pangan di
lebih dari 30 negara
Dua jenis radiasi ionisasi yang dapat
diterapkan:
1.
Gamma rays irradiation
2.
Electronic beam irradiation
Irradiasi sinar gamma umumnya dilakukan
dengan menggunakan Co 60 sebagai sumber radiasi dan dapat menembus 20 – 60 cm
ke dalam benda padat
Electronic beam adalah penggunaan
accelerator electron dengan tenaga listrik untuk mempercepat gerakan elektron
sampai pada kecepatan yang menyebabkan terjadinya ionisasi di dalam sel
serannga. Cara ini hanya menembus
kedalaman 1 lapisan biji pada titik aplikasi
Fasilitas komersial pertama penggunaan
irradiasi untuk pengendalian hama gudang dibangun di Pelabuhan Odessa, Ukraine,
yang menggunakan dosis radiasi 0,2 kGy dengan kecepatan perlakuan 200 ton per
jam.
Kelemahan penggunaan cara irradiasi:
1.
Dapat menurunkan kadar vitamin
A, C, E, B1 (thiamine), dan K
2.
Dosis irradiasi yang dibutuhkan
untuk membunuh serangga juga dapat mematikan biji sehingga tidak cocok untuk
“malting barley” dan penyimpanan benih
Penggunaan Kemasan Kedap Serangga
Dapat menembus kemasan yang umum digunakan
L. serricorne
S. paniceum
P. interpunctella
E. cautella
C. cephalonica
T. variabile
R. dominica dapat menembus kemasan juga namun jarang ditemukan pada bahan
simpanan dalam kemasan
Tanpa adanya lubang kecil tidak dapat
menembus kemasan yang umum digunakan
T. castaneum
T. confusum
C. ferrugineus
C. pusillus
O. mercator
O. surinamensis
Bahan pengemas berbeda daya tahannya
terhadap serangan serangga, urut-urutan dari yang termudah ditembus oleh
serangga:
1.
Cellophane
2.
Polyethylene
3.
Paper polyvinyl chloride
4.
Aluminum foil
5.
Polyester
6.
Polypropylene
7.
Polycarbonate
Penggunaan Inert Dust
Tanah dan pasir, Diatomaceus earth,
Silica aerogels, Non-silica dust
Tanah dan pasir telah digunakan secara
tradisional sebagai penutup penyimpanan biji-bijian
Diatomaceous earth adalah fossil
diatomae yang mengandung silika (diatomae adalah tumbuhan akuatik bersel
tunggal yang dinding selnya mengandung “opaline silica” atau SiO2 + nH2O)
Silica aerogels diproduksi dengan
mengeringkan larutan sodium silikat, berbentuk tepung yang sangat halus dan
tidak bersifat higroskopik
Aplikasi:
Digunakan sebagai pelindung atau pelapis
permukaan stapel
Mode of action:
Menyebabkan serangga mengalami dehidrasi
karena lapisan kutikulanya terlepas terluka akibat bergesekan dengan inert dust
Cara Biologi (dalam arti luas)
1.
Penggunaan varietas resisten
a.
Sifat-sifat yang dikehendaki: dapat menekan laju peletakan telur,
memperpanjang siklus hidup, menyebabkan kematian fase
pradewasa
b.
Beberapa hal yang dapat menimbulkan resistensi: barier
mekanik, pembatasan tempat peletakan telur, kekerasan biji,
faktor nutrisi, adanya senyawa toksik, dll.
2.
Penggunaan feromon
a.
Pengertian feromon
b.
Macam-macam feromon
c.
Mekanisme kerja feromon
d.
Aplikasi
d.1.
Untuk pemantauan
d.2.
Untuk pengendalian
Perangkap + Sex attractant
Perangkap + Sex attractant + feromon
agregasi + pathogen + chemosterilant
Udara di dalam gudang dijenuhi oleh sex
attractant untuk membuat serangga mengalami disorientasi
Penggunaan Parasitoid dan Predator
1.
Keragaman jenis parasitoid dan
predator
2.
Aplikasi pengendalian hayati:
inokulasi, inundasi, dan konservasi
3.
Kelayakan penggunaan parasitoid
dan predator
Penggunaan Patogen Serangga
1.
Keragaman jenis patogen
2.
Mekanisme terjadinya penularan
penyakit
3.
Kemungkinan aplikasi patogen di
gudang
Penggunaan Serangga Mandul
1.
Metode sterilisasi
2.
Kelemahan metode sterilisasi
3.
Kelayakan penggunaan serangga
mandul
Penggunaan Pestisida
Pestisida:
Insektisida: Serangga
Rodentisida: Tikus
Fungisida: Jamur/Cendawan
Bakterisida: Bakteri
Nematisida: Nematoda
Akarisida: Tungau
Herbisida:Gulma
Bahan kimia tidak beracun yang peraturan
penggunaan dan perizinannya disatukan dengan pestisida
Zat pemikat : attractant
Zat penolak : repellent
Zat pemandul : sterilant
Zat penghambat pertumbuhan : growth
Inhibitor
Formulasi Pestisida (dan campurannya dengan air)
1.
SP = soluble powder; SP + air larutan
2.
WP = wettable powder; WP + air suspensi
3.
SC = soluble concentrate; SC +
air larutan
4.
WSC = water soluble
concentrate; WSC + air larutan
5.
S = solution (formulasi siap
pakai, biasanya dalam minyak)
6.
G = Granule (butiran siap
pakai)
7.
D = dust (tepung siap pakai)
8.
EC = emulsifiable
concentrate: EC + air emu
Kandungan bahan dalam suatu formulasi
pestisida:
a.
Bahan aktif
b.
Bahan pembawa
c.
Spreading agent, wetting agent
d.
Emulsifier
e.
Sticker (bahan perekat)
Insektisida
Ø Berdasarkan cara kerjanya, insektisida digolongkan sebagai:
l Racun fisik
•
Contoh: minyak mineral
l Racun protoplasmik
•
Contoh: logam, asam
l Racun perintang metabolik
•
Racun nafas (contoh: HCN, CO,
rotenon)
•
Racun perintang oksidasi
(contoh: minyak wijen, piperonil butoksida)
•
Racun perintang metabolik
(contoh: natrium fluorasetat)
l Racun syaraf
•
Anti kolin esterase (contoh:
fosfat organik)
•
Racun syaraf (DDT, BHC)
Ø Berdasarkan cara masuknya, insektisida dapat dikelompokkan menjadi:
l Racun perut
l Racun kontak
l Fumigan (racun nafas)
Berdasarkan cara masuknya ke dalam
tanaman:
l Racun sistemik (racun masuk melalui jaringan tanaman terlebih
dahulu)
l Racun non-sistemik
Ø Insektisida modern, umumnya mempunyai lebih dari satu cara masuk
Ø Berdasarkan asal dan sifat kimianya, insektisida dapat dikelompokkan
menjadi:
l Insektisida organik alami/botanis
•
Contoh: nikotin, rotenon dan
piretrum
l Insektisida sintetik anorganik
•
Contoh: garam beracun arsenat,
senyawa merkuri dan fluorida
l Insektisida sintetik organik, terdiri dari:
•
Organokhlorin atau hidrokarbon
berklhor (contoh: DDT, BHC, aldrin, endrin, dll.)
•
Organofosfat
•
Karbamat
•
Piretroid
•
Tiosianat, nitrofenol,
organofluorin dll.
Ø Penamaan insektisida:
l Contoh suatu insektisida organik sintetik dari golongan karbamat
mempunyai:
•
Nama umum = nama bahan aktif:
karbofuran
•
Nama dagang = nama formulasi:
FURADAN 3G
Ø FORMULASI
l adalah pencampuran bahan aktif (bahan racun murni) insektisida atau
pestisida lain dengan bahan campuran atau bahan pembawa.
l Formulasi dibuat oleh pabrik formulasi
Ø Tujuan formulasi:
1.
Memudahkan penanganan dalam
menentukan konsentrasi/jumlah bahan aktif insektisida yang diperlukan dalam bentuk
formulasi yang sesuai, sehingga pestisida tersebut dapat digunakan lebih
efektif
2.
Memudahkan penggunaan/aplikasi
insektisida, termasuk penanganan dalam penyiapan cairan semprot, penyesuaian
dengan alat aplikasi yang sesuai.
3.
Memudahkan penyimpanan (mengawetkan
bahan aktif agar tahan lama disimpan, tidak mudah rusak oleh pengaruh cuaca)
4.
Memudahkan dalam transportasi
5.
Memperbaiki keamanan terhadap
lingkungan
Ø Formulasi insektisida yang diperdagangkan berbentuk:
l Padat
l Cair
l Gas
Ø Insektisida yang sudah diformulasi
l Dapat diaplikasikan langsung (digunakan langsung)
l Harus dilakukan pengenceran cairan formulasi menjadi cairan aplikasi
terlebih dahulu sebelum digunakan/disemprotkan pada lahan
Aplikasi Pestisida
Penyemprotan
a. Permukaan: dinding, lantai,
langit-langit, dsb.
b. Ruangan: dengan sasaran
serangga terbang
Pencampuran
Mencampur insektisida dengan bahan simpan seed treatment
Fumigasi
Memasukkan gas beracun ke dalam tempat penyimpanan
Pengumpanan
Pengendalian tikus dengan umpan bercun
Penyemprotan
Hal penting yang harus diperhatikan
adalah insektisida yang digunakan harus mempunyai residu yang rendah pada bahan
simpanan
Batas Maksimum Residu menurut FAO/WHO
Jenis insektisida Maksimum residu (ppm
Organofosfat 8 - 10
Pyrethroid 3 - 5
Karbamat 3
- 5
Beberapa catatan penting dalam
pelaksanaan penyemprotan:
1.
Sprayer dan perlengkapannya
harus dalam kondisi yang baik
2.
Perlengkapan keselamatan dalam
penyemprotan harus dikenakan
3.
Permukaan yang akan disemprot
harus dibersihkan terlebih dahulu
4.
Insektisida dan alat ukur yang
akan digunakan harus sesuai dengan kebutuhan
5.
Persiapkan cairan semprot
sesuai dengan urut-urutan standar
6.
Dalam menyemprot jangan melawan
arah angin
7.
Jangan menyemprot langsung pada
bahan pangan
8.
Penyemprotan harus dilakukan
secara merata/tidak terlalu basah
9.
Awali penyemprotan dari daerah
sudut ruangan dengan cara berjalan mundur dan diakhiri di pintu keluar
10. Atur pengeluaran cairan semprot dari nozel agar dapat tersemprot
dalam droplet halus
Perhitungan kebutuhan insektisida
Faktor yang penting diperhatikan: luas
sasaran, dosis, jenis formulasi yang digunakan
Gudang dengan panjang 100 m, lebar 40 m,
tinggi 7,5 m, dan di dalamnya terdapat 5000 ton beras yang disimpan dalam
bentuk stapel akan disemprot menggunakan Sitocide 500 EC dengan dosis 50 ml/m2
(setelah pengenceran) dan konsentrasi 40 ml/liter air. Berapa banyak insektisida yang dibutuhkan?
Catatan:
1.
Lantai yang tertutup stapel
yang disusun dengan kunci lima: 1 m2 = 3,1 ton
2.
Luas permukaan stapel yang
disusun dengan kunci lima: 174 m2 = 150 ton beras
Penghitungan kebutuhan insektisida
1.
Luas permukaan yang perlu
disemprot = 16377 m2
2.
Kebutuhan cairan semprot: 16377
m2 x 50 ml/m2 = 818,85 liter
3.
Kebutuhan insektisida: 818,85
liter x 40 ml/liter = 32,754 liter
4.
(Jumlah air yang dibutuhkan
sebagai pengencer: (818,85 – 32,754) liter = 786,1 liter
Fumigasi
Proses pembunuhan serangga hama dengan
mengekspos mereka pada gas beracun di dalam suatu ruang tertutup yang kedap gas
Ruang fumigasi:
Kedap gas
Ruang fumigasi:
1.
Logam
2.
Beton
3.
Tembok batu bata
4.
Lumpur kering
5.
Lembaran plastik
Fumigan
Bahan kimia beracun, yang pada
temperatur kamar dan tekanan udara normal, berada dalam fase gas yang dapat
digunakan untuk membunuh serangga dan hama lain (tungau dan tikus)
Fumigan bekerja dalam fase gas,
berdifusi sebagai molekul-molekul terpisah sehingga dapat melakukan penetrasi
ke dalam bahan yang difumigasi
Berbagai jenis fumigan yang pernah
digunakan
1.
Asam sianida
2.
Karbon disulfida
3.
Khloropikrin
4.
Etilen dioksida
5.
Etilen dikhlorida
6.
Sulfuril fluorida
7.
Dikhlorvos
8.
Metil bromida
9.
Fosfin
Fumigan yang umum digunakan saat ini:
1.
Metil bromida
2.
Fosfin
3.
Fumigan yang akan segera
beredar:
4.
Sulfuryl Fluoride
Fumigan yang akan segera beredar:
Sulfuryl Fluoride
Metil Bromida (CH3Br)
1.
Telah digunakan sejak tahun
1930-an untuk perlakuan karantina
2.
Beraksi cepat dalam membunuh
serangga, tungau, nematoda dan mikroflora (serangga dapat terbunuh dalam 24
jam)
3.
Mampu mempenetrasi komoditas
termasuk kayu
4.
Tidak merusak dan mewarnai
komoditas
5.
Tidak korosif dan tidak mudah
terbakar
6.
Mode of action: merusak membran
sel saraf
7.
Pada tahun 1992 masuk dalam
daftar senyawa perusak ozon dalam Montreal Protocol dan harus ditarik dari
peredaran pada tahun 2005
8.
Ion Bromine menyebabkan O3
melepaskan 1 atom oksigen menjadi O2 dalam aksi yang berulang-ulang
Dosis pemakaian dihitung dengan rumus:
D = SV + MW
D = Dosis pemakaian
S = Dosis ruang (dalam gram)
V = Volume ruang (dalam m3)
M = Dosis bebijian (dalam gram)
W = Berat bebijian (dalam ton)
Fosfin (PH3)
Batas Minimum Lamanya Fumigasi dengan
Fosfin
Temperatur (oC) Periode
fumigasi terhitung setelah pemberian fumigan (hari)
< 12 Jangan gunakan fosfin
12 – 20 6 – 7
21 – 25 5 – 6
26 – 30 4 – 5
> 30 4
Sulfuryl Fluoride (SO2F2)
Merek Dagang: Vikane dan Termafume
(Saat ini masih digunakan untuk fumigasi
terhadap serangga perusak kayu pada furniture dan bangunan, namun akan
dikembangkan)
Vikane mengandung 99.8% sulfuryl
fluorida dan 0.2% inert substances
Di Indonesia akan segera dipasarkan:
Fumiguard 99 GA dan ProFume (2009)
Sifat-sifat Fisik:
1.
Tidak berwarna, tidak berbau,
tidak menyebabkan iritasi pada kulit dan mata pada dosis yang efektif untuk
fumigasi (perlu dilengkapi dengan chloropicrin sebagai indikator).
2.
Tidak mudah terbakar, tidak
korosif, cepat mempenetrasi substrat.
3.
Berat molekul 102.045 g/mol,
Titik didih -55.4 oC, Titik leleh -136 oC, Berat jenis
3.7, Tekanan uap 16 bar pada 20oC).
4.
LD50 oral pada tikus 100 mg/kg.
Alat ukur konsentrasi gas sulfuril
fluorida di dalam ruang fumigasi
Fumiscope
SF-Explor IRTM
Sejak dipasarkan di USA pertama kali
tahun 1961, sulfuryl fluoride sudah digunakan untuk memfumigasi bangunan
termasuk rumah tinggal, museum, bangunan bersejarah, koleksi buku di
perpustakaan, arsip-arsip pemerintah, bahan-bahan di laboratorium penelitian,
dan fasilitas penyimpanan bahan pangan.
Organisme sasaran:
Serangga rumah tangga, termasuk rayap
kayu kering, rayap tanah, kumbang penggerek kayu, serangga perusak tekstil dan
karpet serta bahan-bahan di museum (clothes moths dan carpet beetles), kecoa,
kutu busuk, siput, caplak, dan tikus yang menginfestasi bangunan, industri
furniture, bahan bangunan, dan kendaraan.
Penyungkupan dengan lembaran plastik
HDPE (High Density Poly Ethylene)
Memilih fumigan yang tepat
Pemilihan fumigan yang tepat tergantung
pada beberapa faktor seperti:
1.
Waktu yang tersedia
2.
Komoditas yang akan difumigasi
3.
Biaya dan kemudahan aplikasinya
4.
Kemungkinan reaksi dengan
material bukan sasaran
5.
Pertimbanagn operasi
6.
Permintaan pasar dan batas
maksimum residu
Fumigan dapat mempengaruhi:
1.
Daya kecambah benih, vigor
kecambah, dan masa dormansi benih
2.
Mutu organoleptik (cita rasa,
penampakan, dan tekstur)
3.
Parameter prosesing
4.
Pertumbuhan cendawan dan
pembentukan mikotoksin
Fumigasi yang tidak dilaksanakan dengan
benar:
1.
Berbahaya
2.
Tidak efektif
3.
Dapt merangsang terbentuknya
populasi yang resisten
4.
Pemborosan biaya
5.
Dapat merusak komoditas
Di dalam ruang fumigasi, fumigan dapat:
1.
Membunuh organisme pengganggu
2.
Bereaksi dengan komoditas atau
material bukan sasaran lainnya
3.
Keluar melalui dinding ruang
fumigasi yang tidak kedap gas
Persyaratan untuk dilaksanakannya
fumigasi yang efisien dan efektif:
1.
Tenaga pelaksana yang terlatih
2.
Perlengkapan yang memadai
3.
Ruang fumigasi yang memenuhi
syarat
Modofied Atmosphere
Modifikasi komposisi gas di dalam udara
untuk memberikan efek buruk bagi serangga hama
Pelaksanaan:
Langkah 1: Susun stapel di atas lantai
yang sudah dilapisi plastik kedap gas
Langkah 2: Tutup stapel dengan lembaran
plastik kedap gas
Langkah 3: Rekatkan plastik penutup
dengan plastik alas menggunakan sandsnakes
Langkah 4: Masukkan selang untuk pompa
vakum
Langkah 5: Hampakan udara di dalam ruang
fumigasi
Langkah 6: Masukkan gas CO2 ke
dalam ruang fumigasi
Serangga mati setelah perlakuan selama
10-15 hari
Langkah 7: Pertahankan gas CO2
konsentrasi tinggi (minimal 80%) di dalam ruang fumigasi selama minimal 10 hari
Enam Langkah Utama dalam Pengendalian
Hama Gudang
1.
Pencegahan
a. memeriksa semua komoditas yang
akan masuk ke tempat penyimpanan
b. memastikan bahwa tempat
penyimpanan dalam kondisi yang baik untuk
mengurangi jalan masuk hama
c. penyediaan ventilasi yang
cukup
2.
Sanitasi yang baik
a.
Pembuangan ceceran komoditas secara berkala
b.
Pembuangan atau perlakuan komoditas yang terinfestasi dengan segera
c.
Perawatan lantai gudang yang baik untuk mengurangi sumber hama atau
ketertarikan hama untuk mendatangi tempat
penyimpanan
3.
Praktik penyimpanan yang baik
a.
Simpan semua komoditas di atas palet
b.
Jarak palet ke dinding minimal 45 cm
c.
Ganti atau perbaiki karung-karung atau kemasan lain yang rusak
4.
Pelaksanaan Pergiliran Stok
a.
Lakukan pergiliran penyimpanan komoditas pangan dengan non-pangan
b.
Lakukan “first in first out” terhadap isi gudang
5.
Penyediaan Ventilasi
Dapat menjaga kadar air komoditas tetap
rendah, komoditas relatif aman simpan kalau kadar airnya maksimal 12%
6.
Pengendalian
Pengendalian harus didasarkan pada
identifikasi yang akurat selama melakukan kelima langkah di atas.
SEED TREATMENT
(PERLAKUAN BENIH/PERAWATAN BENIH)
Mengapa diperlukan?
1.
Benih sering membawa patogen
pada kulit biji atau di dalam endosperm
2.
Tanah juga sering mengandung
patogen yang dapat menyerang benih atau kecambah
3.
Di tempat penyimpanan benih
juga terdapat serangga hama
Seed Treatment
1.
Aplikasi atau pelapisan
fungisida, insektisida, atau keduanya pada permukaan benih
2.
Pemaparan benih terhadap suhu
tinggi atau energi sinar matahari
Tujuan Seed Treatment
1.
Mencegah penyebaran patogen penyakit tanaman
2.
Melindungi benih dari serangan busuk biji dan busuk kecambah
3.
Memperbaiki perkecambahan
4.
Melindungi benih terhadap serangan hama di tempat penyimpanan
5.
Melindungi benih dari serangan serangga tanah
6.
Melindungi kecambah terhadap serangan serangga hama
Hama Pescapanen Komoditas Perisahbles
Lalat Buah, Bactrocera spp.
(Diptera: Tephritidae)
Di Asia Tanggara lalat buah yang
mempunyai arti ekonomis penting adalah kompleks spesies dari Bactrocera
(bactrocera) dorsalis (Hendel).
Lalat buah yang dulunya diidentifikasi sebagai Dacus dorsalis, D.
pedestris, dan D. ferrugineous ternyata terdiri dari banyak spesies namun
mempunyai ciri morfologi yang sangat mirip.
Semua spesies tersebut saat ini dikelompokkan ke dalam komplek spesies Bactrocera
(Bactrocera) dorsalis (Hendel).
Identifikasi spesies di dalam komplek spesies ini dilakukan berdasarkan
ciri yang dimiliki oleh larva instar 3, jenis inang, lokasi penyebaran, dan
ciri-ciri genetik.
Berbagai Jenis Seed Treatment:
1.
Seed disinfection
2.
Seed disinfestation
3.
Seed protection
Kondisi yang mengharuskan seed
treatment:
1.
Benih terluka
2.
Benih sakit
3.
Kondisi tanah yang tidak sesuai
4.
Menciptakan benih bebas
penyakit
PERLAKUAN BENIH DENGAN INSEKTISIDA
1.
Mulai dilakukan sekitar tahun
1940-an, sebelum itu hanya ada insektisida an-organik yang tidak efektif untuk
perlakuan benih
2.
Jenis insektisida yang pertama
digunakan untuk perlakuan benih adalah Organokhlorin; pertama kali dilakukan di
Inggris, Canada, dan USA
Persyaratan insektisida untuk perlakuan
benih
1.
Relatif tidak toksik terhadap
mamalia, sehingga tidak terlalu membahayakan petugas pelaksana selama perlakuan,
penanganan, dan penanaman
2.
Relatif aman terhadap burung
yang mungkin akan memakan biji yang diberi perlakuan
3.
Toksik terhadap banyak jenis
serangga hama
4.
Mempunyai perbedaan yang jauh
antara dosis yang membunuh serangga dan dosis yang mematikan benih yang
berkecambah
Jenis-jenis Serangga Sasaran dalam
Perlakuan Benih
1.
Lalat Bibit
2.
Serangga tanah: lundi, ulat
tanah, ulat kawat (wireworm = larva Coleoptera yang tubuhnya pipih memanjang,
berwarna gelap, dan integumen relatif keras)
3.
Serangga hama di tempat
penyimpanan
Insektisida botanis untuk pengendalian Callosobruchus
pada kacang hijau dengan perlakuan benih:
Serbuk dan ekstrak lada hitam Ekstrak cabe jawa
Ekstrak kulit jeruk Minyak biji mimba
Ekstrak biji srikaya Minyak wijen
Ekstrak akar tuba Serbuk bunga cengkih
Ekstrak daun kemangi Minyak
goreng
Lalat Buah
Lalat Buah, Bactrocera spp.
(Diptera: Tephritidae) (Lalat Buah)
Di Asia Tanggara lalat buah yang
mempunyai arti ekonomis penting adalah kompleks spesies dari Bactrocera
(bactrocera) dorsalis (Hendel).
Lalat buah yang dulunya diidentifikasi sebagai Dacus dorsalis, D.
pedestris, dan D. ferrugineous ternyata terdiri dari banyak spesies namun
mempunyai ciri morfologi yang sangat mirip.
Semua spesies tersebut saat ini dikelompokkan ke dalam komplek spesies Bactrocera
(Bactrocera) dorsalis (Hendel).
Identifikasi spesies di dalam komplek spesies ini dilakukan berdasarkan
ciri yang dimiliki oleh larva instar 3, jenis inang, lokasi penyebaran, dan
ciri-ciri genetik.
Spesies lalat
buah yang tergolong dalam komplek
spesies B. dorsalis adalah:
No.
|
Spesies
|
Inang
|
Penyebaran
|
1.
|
B. (B.) dorsalis (Hendel)
|
Apel, jambu biji, mangga, peach, pear, pisang,
belimbing, cabai, jeruk, papaya, plum, srikaya, tomat, jambu air
|
Guam, Hawaii, Bhutan, China, India, Myanmar,
Thailand, Indonesia
|
2.
|
B. (B.) carambolae (Drew and Hancock)
|
Belimbing, jambu air, pisang, belimbing wuluh,
sukun, cabai, jambu biji, jambu bol, nangka, mangga, sawo, tomat, ketapang
|
Brunei Darussalam, India, Guyana Perancis, Suriname,
Indonesia, Malaysia, Thailand
|
No.
|
Spesies
|
Inang
|
Penyebaran
|
3.
|
B. (B.) caryae Kapoor
|
Jeruk, jambu biji, mangga,
|
India
|
4.
|
B. (B.) kandiensis (Drew and Hancock)
|
Mangga
|
Srilanka
|
5.
|
B. (B.) occipitalis (Bezzi)
|
Mangga
|
Brunei Darussalam, Malaysia, dan Filipina
|
6.
|
B. (B.) papayae (Drew and Hancock)
|
Pisang, mangga, pepaya, paria, belimbing, cabai,
jambu biji, nangka, duku, jambu bol, markisa, rambutan, jambu air, sawo,
sirsak, jeruk,
|
Malaysia, Indonesia, Thailand
|
No.
|
Spesies
|
Inang
|
Penyebaran
|
7.
|
B. (B.) philippinensis (Drew and Hancock)
|
Sukun, jambu bol, mangga
|
Filipina
|
8.
|
B. (B.) pyrifoliae Drew and Hancock)
|
Thailand
|
B. dorsalis (Hendel)
Telur diletakkan di dalam buah (persis
di bawah kulit buah dengan kedalaman sekitar 1-4 mm) secara berkelompok dalam
jumlah 2-15 butir per kelompok. Telur
berwarna putih, berbentuk lonjong, dan panjangnya sekitar 0,3 mm.
Larva berbentuk belatung atau tempayak
yang berwarna putih krem. Panjang tubuh
larva instar terakhir sekitar 7 mm.
Pupa berwarna kuning kecoklatan,
berbentuk oval dengan panjang sekitar 5 mm.
Pupa dapat ditemukan di dalam tanah di dekat buah jatuh dengan kedalaman
antara 8-16 cm.
Imago berbentuk lalat yang ukuran
tubuhnya kira-kira sama dengan lalat rumah.
Panjang tubuh rata-rata 0,7 mm dan rentang sayap antara 13-15 mm. Toraks berwarna jingga, merah kecoklatan,
coklat, atau hitam dan terdapat dua garis membujur. Sayap transparan. Pada abdomen terdapat dua garis melintang dan
satu garis membujur sehingga seolah-olah membentuk huruf T. Pada lalat betina ujung abdomen lebih runcing
dan dilengkapi dengan alat peletak telur atau ovipositor.
Buah terserang menunjukkan gejala bekas-bekas
tusukan ovipositor lalat buah yang berupa titik hitam yang tidak jelas. Akibat gerekan larva di dalam buah, maka
bagian dalam buah hancur dan dapat terinfeksi oleh patogen sekunder seperti
bakteri dan cendawan. Akibatnya bagian
dalam buah membusuk dan buah dapat gugur.
Serangan yang terjadi pada buah yang belum matang akan mengakibatkan
buah matang prematur dan tidak memenuhi standar mutu.
Lalat Buah Melon
Bactrocera (=Zeogodacus) cucurbitae Cocq.
Telur diletakkan di dalam buah (persis
di bawah kulit buah dengan kedalaman sekitar 1-4 mm) secara berkelompok dalam
jumlah 2-15 butir per kelompok. Telur
berwarna putih, berbentuk lonjong, dan panjangnya sekitar 0,3 mm.
Larva berbentuk belatung atau tempayak
yang berwarna putih krem. Panjang tubuh
larva instar terakhir antara 9-11 mm.
Tubuh imago didominasi oleh kombinasi
warna jingga kecoklatan, dengan garis-garis kuning pada bagian dorsal torkasnya
Pengdalian Lalat Buah
Prapanen
1.
Peraturan Karantina
2.
Pembungkusan Buah
3.
Pengasapan: mengusir lalat buah
yang datang ke pertanaman
4.
Sanitasi Kebun
5.
Pemasangan Perangkap
6.
Konservasi musuh alami:
parasitoid larva Opius sp.
7.
Penanaman tanaman perangkap???:
urutan preferensi: jambu air, belimbing, mangga, jambu biji, cabai besar
8.
Penggunaan serangga jantan mandul
Pascapanen
1.
Perlakuan buah dengan air
panas: 46 oC selama 30 menit
Hot water
treatment
Hot air
treatment
Vapor heat
treatment
2.
Irradiasi buah terserang
3.
Fumigasi dengan Metil Bromida
Hot Water Treatment
Perlakuan ini menggunakan air
panas untuk menaikkan suhu pada komoditas yang akan diuji
Waktu disesuaikan dengan
kebutuhan dan jenis komoditas
Komoditas yang biasanya
digunakan adalah buah yang dicurigai menjadi inang lalat buah
Suhu air yang digunakan 46 – 47
°C
Buah yang diuji dimasukkan
dalam keranjang yang berlubang dengan ukuran yang sama dialirkan pada lempengan
diatas air panas
Vapor Heat Treatment
Perlakuan uap panas/metode
pemanasan buah dengan uap air pada suhu 40°C – 50°C
Metode ini pertama kali
dilakukan di Florida untuk mencegah penyebaran Lalat Buah Mediterania, Ceratitis
capitata
Merupakan perlakuan pascapanen
untuk membunuh telur dan larva lalat buah.
Pemanasan diterapkan pada
permukaan buah dengan pengembunan uap panas atau sirkulasi uap panas
Pedoman karantina
dengan perlakuan panas pada VHT pada mangga yang diekspor ke Jepang
Negara
Kultivar
|
Target
Lalat Buah
|
Prosedur Perlakuan
|
Australia
(Kensington) |
Caratitis capitata
B. tryoni |
Suhu 47,5° C selama 15
menit
|
Philiphina
(Manila Super) |
B. dorsalis
B. cucurbitae |
Suhu 46,0° C selama 10
menit
|
Taiwan
(Irwin, Harden) |
B. dorsalis
B. cucurbitae |
Suhu 46,5° C selama 10
menit
|
Thailand
(Nam Dorkmai, Rad, Pimsen Daeng) |
B. dorsalis
B. cucurbitae |
Naikan suhu dari 43,0° C
ke 47,0° secara bertahap selama 20 menit
|
(Nang Klangwan )
|
B. dorsalis
B. cucurbitae |
Naikan suhu dari 43,0°
ke 47,0°C secara bertahap selama 20 menit atau suhu pusat buah 46,5°C selama
10 menit.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar